Terpilih Sebagai Hakim MK, Prof. Enny: Saya Sudah Persiapkan Diri
Berita

Terpilih Sebagai Hakim MK, Prof. Enny: Saya Sudah Persiapkan Diri

Pengalamannya sebagai Kepala BPHN bisa menjadi dasar positif bagi Enny saat menjadi hakim MK.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Prof. Enny Nurbaningsih. Foto: RES
Prof. Enny Nurbaningsih. Foto: RES

Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 103 Tahun 2018 tentang Pengangkatan Prof. Enny Nurbaningsih sebagai Hakim Konstitusi untuk masa jabatan tahun 2018-2023. Enny akan menggantikan Maria Farida yang masa jabatanya akan habis hari senin tanggal 13 Agustus 2018.

 

Di hari yang sama Prof. Enny Nurbaningsih akan dilantik oleh Presiden Jokowi pada pukul 11.00 WIB di Istana Negara Jakarta. Pada pagi hari sebelumnya, tepat pukul 07.00 WIB akan digelar acara perpisahan Maria Farida sebagai hakim konstitusi di Gedung MK. Enny terpilih dari tiga nama yang diajukan oleh Pansel Hakim MK. Selain Enny, dua nama lainnya adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Pro. Ni’matul Huda dan dosen senior Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti.

 

Kepada Hukumonline, Enny mengaku bersyukur terpilih sebagai hakim konstitusi mengantikan Maria Farida. Menurutnya, tugas sebagai hakim konstitusi tidaklah mudah. Namun ia berjanji akan berlaku adil. Enny sendiri telah mempersiapkan diri jika pada akhirnya terpilih sebagai hakim MK.

 

“Tugas hakim MK sebetulnya sangat berat karena menyangkut peradilan konstitusi dengan mewujudkan peradilan yang independent, imparsial dan adil. Yang adil bukan menurut hakim tetapi adil menurut perasaan masyarakat. Oleh karena itu, saya sudah mempersiapkan diri sebagai hakim MK,” katanya kepada hukumonline, Minggu (12/08). (Baca: Presiden Diminta Pilih Hakim MK yang Negarawan Sejati)

 

Kesiapan tersebut, lanjut Enny, tercermin dari pengalamannya selama ini yang menjadi dosen hukum tata negara di Universitas Gadjah Mada (UGM). Di almamaternya itu, Enny mengajar hukum konstitusi dan pengujian UU. “Maka, sejak saya mengajar, itu sudah mempersiapkan diri dan sekarang saatnya saya mempraktikkan apa yang sudah saya pelajari dan ajarkan kepada mahasiswa sebagai hakim MK,” jelasnya.

 

Selain itu, lanjut Enny, jabatannya sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM juga dipercaya dapat menyumbang dampak positif bagi dirinya saat menjadi hakim konstitusi. Secara tugas, BPHN selaku pembentuk UU dan menciptakan produk UU memiliki tujuan yang sama dengan penjaga konstitusi, yakni UU yang dihasilkan tidak boleh mementingkan beberapa golongan tapi kebutuhan dan kepentingan seluruh masyarakat. UU juga harus sesuai dengan doktrin dan sumber hukum lainnya. Sebab, jika hal itu tidak dilakukan UU yang dibuat banyak yang diuji materi ke MK.

 

Namun, nantinya ia sebagai penguji UU, ia harus menguji UU terhadap UUD 1945 dan dasar negara yang terdapat dalam UUD 1945 yakni Pancasila. “Jadi, aturan yang terdapat dalam UU tersebut sudah bukan diperdebatkan lagi seperti saat menjadi pembentuk UU tetapi menguji norma, apakah sesuai dengan prinsip konstitusionalitas atau tidak. Sehingga, dengan mengetahui proses pembentukannya dengan begitu dapat menguji UU terhadap UUD 1945,” katanya.

 

Prof. Enny Nurbaningsih

Lahir di Pangkal Pinang, 27 Juni 1962. Ia bergelar sarjana hukum pada 1981 di FH UGM, Yoyakarta. Lalu, menyandang gelar magister hukum dari Universitas Padjajaran Bandung (1995), dan doktor ilmu hukum dari FH UGM (2011), hingga menyandang gelar profesor sejak 2014. Disertasi doktornya berjudul “Aktualisasi Pengaturan Wewenang Mengatur Urusan Daerah dalam Peraturan Daerah.”

Saat ini Enny menjabat sebagai Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM dan pengajar hukum tata negara di FH UGM. Pada pertengahan 2015, Enny pernah ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Wakil Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid IV. Di komunitas akademik, dia pernah menjabat Sekretaris I Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) Tingkat Nasional dan Sekretaris Umum Asosiasi HTN dan HAN di Provinsi Yogyakarta.

 

Sementara itu, Ketua Panitia Seleksi Hakim Konstitusi, Harjono mengatakan pansel sudah memilih tiga yang terbaik dari seluruh pendaftar calon hakim konstitusi. Ketiganya memiliki kriteria yang dicari sudah memenuhi kebutuhan untuk menjadi hakim konstitusi. Ia menyerahkan keputusan akhirnya kepada Presiden Jokowi.

 

“Pansel telah menyerahkan tiga nama, dan kita pasrah kepada presiden, jika presiden memilih Enny Nurbaningsih itu sudah kewenangan dari presiden,” katanya kepada Hukumonline. (Baca juga: Tiga Srikandi Calon Kuat Pengganti Maria Farida)

 

Maka dari itu, ia berharap pada hakim konstitusi terpilih dapat meningkatkan kualitas konstitusionalitas pada putusan MK bersama delapan hakim konstitusi yang lainnya. “Diharapkan pula, hakim konstitusi yang baru dapat memberikan pertimbangan dan alasan-alasan yang berkualitas dalam setiap putusannya,” harapnya.

 

Harjono juga menjelaskan masa hakim konstitusi pertama saat MK berdiri, juga pernah ada yang sebelumnya merupakan pembuat UU di BPHN yakni mantan hakim konstitusi Natabaya. Mengenai jabatan Enny sebagai pembuat UU di BPHN ini memang muncul pada saat sesi wawancara dengan pansel sebelumnya.

 

Terkait hal ini Enny mengatakan, jika ada bahan positif yang menyangkut profesinya dahulu dapat digunakan dan jika ada yang kurang pas maka menjadi bahan yang dalam pengujian UU. Enny mencontohkan seperti memasak, saat memasak tahu semua bumbunya dan saat masakannya telah jadi ia tahu bahwa ada bumbu yang kurang pas. Maka, agar pas ia tambahi bumbunya. “Begitunya nantinya ia yang dulunya sebagai pembuat UU dan besok sudah akan dilantik menjadi hakim konstitusi,” kata Enny.

Tags:

Berita Terkait