Tiga Advokat Minta Tafsir MK Terkait ‘Komisaris Independen dari Pihak Luar’
Terbaru

Tiga Advokat Minta Tafsir MK Terkait ‘Komisaris Independen dari Pihak Luar’

Karena jabatan komisaris independen dapat ditafsirkan “dapat dijabat oleh aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara negara, atau pejabat negara”. Majelis menyarankan agar para pemohon memperbaiki bangunan argumentasi terkait kerugian konstitusional dengan berlakunya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT ini.

Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit

Para pemohon yang berprofesi sebagai advokat akhir-akhir ini menerima banyak pertanyaan terkait dengan Komisaris Independen. Pertanyaan yang dilontarkan kepada para pemohon adalah apakah ASN dapat menjabat sebagai Komisaris Independen baik di BUMN maupun perusahaan swasta.

“Multitafsirnya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT menyebabkan para pemohon tidak dapat memberikan pandangan atau pendapat yang pasti, sehingga para pemohon tidak dapat menjalankan tugas profesinya secara baik.”

Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mencermati cara penulisan permohonan. Salah satunya penulisan pasal dan ayat dalam undang-undang. Manahan menyarankan agar penulisan pasal didahulukan dari ayat. Kemudian, Manahan menjelaskan format permohonan yang benar kepada pemohon. 

“Kewenangan Mahkamah sudah cukup lengkap dengan menyebutkan beberapa undang-undang. Kemudian pada kedudukan hukum, para pemohon sudah menyebutkan sebagai advokat dan pembayar pajak. Namun para pemohon jangan hanya mendasarkan pada Putusan MK bahwa kedudukan hukum didapat berdasar sebagai pembayar pajak," ujar Manahan yang juga menasihati para pemohon agar lebih menguraikan argumentasi terkait kesempatan menjadi komisaris independen.

Selanjutnya Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan agar para pemohon memperbaiki bangunan argumentasi terkait kerugian konstitusional yang dialami para pemohon dengan berlakunya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT ini.  

Terakhir, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengingatkan penjelasan pasal dari undang-undang tidak mengandung norma. Artinya, penjelasan pasal dari undang-undang tidak boleh dijadikan dasar untuk menindaklanjuti dalam bentuk pengaturan. “Oleh sebab itu selalu disebutkan bahwa penjelasan pasal tidak boleh memuat norma yang justru tambah menyelubungi bunyi pasal atau meluaskan ketentuan yang ada di pasal," kata Wahiduddin.

Tags:

Berita Terkait