Tiga Masalah Ini Kerap Dihadapi Pengguna OSS, Begini Solusinya
Berita

Tiga Masalah Ini Kerap Dihadapi Pengguna OSS, Begini Solusinya

Biasanya terkait data legalitas perusahaan seperti NIK, NPWP, dan anggaran dasar perusahaan. Meski kerap menemui kendala, perbaikan sistem OSS terus dilakukan dengan diluncurkan versi terbaru OSS 1.1.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Direktur Eksekutif Easybiz, Leo Faraytody. Foto: RES
Direktur Eksekutif Easybiz, Leo Faraytody. Foto: RES

Pemerintah terus berupaya mendorong investasi dengan berbagai cara, salah satunya meluncurkan sistem online single submission (OSS) pada 2018 yang tujuannya untuk kemudahan proses perizinan berusaha. Melalui OSS ini, pengajuan dan pemrosesan izin usaha dilakukan secara online.

CEO Easybiz Leo Faray Tody memaparkan sebelum OSS diluncurkan proses perizinan tergolong sulit dilakukan karena mekanismenya harus dilakukan secara manual. Misalnya, mengisi formulir di berbagai instansi terkait dan banyak dokumen yang harus disiapkan. Selain itu prosesnya juga panjang.

Menurut Leo, pemerintah menyadari persoalan ini dan dalam waktu yang cepat meluncurkan OSS tahun 2018. Salah satu persoalan yang muncul pada awal pelaksanaan OSS yakni bagaimana mengintegrasikan data yang ada di berbagai kementerian dan lembaga baik pusat dan daerah dengan sistem OSS.

Sistem ini seolah seperti jembatan yang mengintegrasikan data dari berbagai kementerian dan lembaga. Kendati menghadapi banyak persoalan, tapi pembenahan terus dilakukan dan saat ini telah diluncurkan versi terbaru OSS 1.1. Sejumlah data yang terintegrasi dengan OSS, antara lain NIK yang dikelola dukcapil, AHU, dan PTSP daerah.

Karena itu, Leo berpendapat sistem OSS cukup berhasil mengintegrasikan data dari kementerian dan lembaga. Tentu saja ini sangat membantu masyarakat yang membutuhkan pelayanan perizinan dan pendirian perusahaan.

“Apalagi dalam situasi seperti sekarang, jika tidak ada OSS akan banyak perizinan terhambat karena dokumen harus diantar. Tapi melalui OSS integrasi data sudah berjalan baik,” kata dia dalam seminar secara daring bertema “Kupas Tuntas OSS 1.1”, Kamis (25/6/2020). (Baca Juga: Pelaksanaan OSS Masih Terkendala Sosialisasi)

Leo menerangkan belum semua perizinan dapat dilakukan lewat OSS, karena ada perizinan tertentu yang membutuhkan interaksi langsung dengan lembaga terkait seperti bidang keuangan dan ESDM (energi dan sumber daya mineral). Tapi melalui OSS dalam satu kali proses dapat langsung mengajukan berbagai jenis perizinan. Sistem OSS akan mendistribusikan permohonan perizinan itu ke instansi terkait misalnya PTSP di daerah.

Kendati OSS sudah berjalan 2 tahun, tapi masih ditemukan ada kendala dalam integrasi data yang berasal dari berbagai kementerian dan lembaga. Contohnya, data NIK dari dukcapil kadang ada yang tidak sinkron antara dukcapil dan OSS. Jika ditemukan kendala terkait NIK, pengguna OSS disarankan untuk menyambangi dukcapil dan BKPM sebagai pengelola OSS.

Begitu pula dengan NPWP, agar proses di OSS lancar, pelaku usaha yang memanfaatkan OSS harus memenuhi semua kewajiban perpajakan. “Karena OSS bisa mendeteksi jika penggunanya ada masalah pajak,” ungkap Leo.

Belum semua terintegrasi

Notaris sekaligus PPAT, Albert R Aruan, melihat belum semua PTSP di daerah terintegrasi dalam sistem OSS. Dia mencatat sedikitnya ada 3 persoalan yang kerap dihadapi pelaku usaha yang menggunakan sistem OSS. Pertama, NIK, antara lain status NIK belum teraktivasi karena pelaku usaha belum melakukan finger/retina print. Persoalan NIK ini bisa juga karena ada perubahan data pelaku usaha seperti nama, status (perkawinan), pekerjaan, dan alamat. Solusinya, pelaku usaha perlu menghubungi dukcapil di nomor 1500537.

Kedua, persoalan NPWP seperti NPWP tidak valid yang biasanya terjadi saat input OSS dan OSS melakukan konfirmasi status wajib pajak (KSWP). Guna mengatasi masalah ini pelaku usaha perlu melakukan konfirmasi status NPWP ke kantor pajak tempat pelaku usaha terdaftar dengan surat permohonan. Bisa juga masalah NPWP ini terjadi karena pernah dilakukan proses input OSS, tapi proses tidak diselesaikan.

Ketiga, soal anggaran dasar perusahaan. Albert mengatakan KBLI merupakan kode usaha yang tercantum dalam akta notaris pada anggaran dasar perusahaan. Mengingat OSS menggunakan data KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia), sistem OSS menarik data perusahaan melalui Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM.

Sebelum Peraturan Kepala BKPM No.19 Tahun 2017 terbit, sistem AHU belum mencantumkan KBLI 2017. Solusinya, pelaku usaha harus mengubah pasal 3 tentang maksud dan tujuan dalam anggaran dasar agar disesuaikan dengan KBLI 2017. “Ini perlu menjadi perhatian, jika dalam waktu maksimal 1 tahun perubahan pasal 3 tidak dilakukan maka NIB dibekukan,” ujarnya.

Mengenai KBLI, Albert mengingatkan tentang larangan penggabungan KBLI. Misalnya, jika pelaku usaha sudah mengajukan KBLI untuk kategori perdagangan besar, maka tidak boleh mengambil KBLI eceran karena ini tergolong praktik monopoli. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.66 Tahun 2019.

Konsultan Easybiz Febrina Artineli mengingatkan pengguna OSS untuk memperhatikan kewenangan pemerintah daerah. Misalnya, terkait SIUP perdagangan, untuk wilayah Jakarta izin tidak bisa langsung berlaku efektif karena pemerintah provinsi DKI Jakarta punya kewenangan untuk menentukan KBLI mana saja yang masuk kebijakan SIUP.

Pelaku usaha dapat mengacu Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan DKI Jakarta No.20 Tahun 2020 untuk mengetahui KBLI apa saja yang masuk dalam peraturan tersebut. “Jika KBLI tidak ada dalam Keputusan Kepala Dinas itu, maka izinnya tidak berlaku efektif dan harus melalui persetujuan PTSP Jakarta,” katanya.

Tags:

Berita Terkait