Tim Advokasi Berharap MA Kabulkan Kasasi Korban Korupsi Bansos
Terbaru

Tim Advokasi Berharap MA Kabulkan Kasasi Korban Korupsi Bansos

Dinilai ada kekeliruan dari majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat menganulir upaya hukum korban korupsi bansos.

CR-27
Bacaan 4 Menit

Penggabungan dalam pasal ini merupakan dalam rangka prinsip keseimbangan yaitu melindungi harkat dan martabat dari pelaku kejahatan, tetapi juga memberikan perlindungan kepada masyarakat.

“KUHP pada dasarnya bukan hanya melindungi pelaku kejahatan, lahirnya KUHP untuk memperbaiki keadaan itu, KUHP sekaligus berupaya memberikan perlindungan masyarakat diantaranya korban kejahatan dan ini merupakan bagian perlindungan yang seimbang antara melindungi kepentingan terdakwa dan korban kejahatan,” tambahnya.

Agustinus mengatakan, sejak dahulu ketentuan penggabungan itu punya banyak kelemahan. Mengenai batasan tentang materi gugatan yang terbatas pada kerugian materil, hukum acara terkait dengan hukum acara perdata dan hukum acara pidana serta eksekusinya.

Bagaimanapun yang terpenting yang disoroti oleh Agustinus adalah pemulihan korban. Dalam kasus Juliari P Batubara, tidak hanya masyarakat yang dirugikan, namun negara dan lingkungan hidup turut menjadi korban. Untuk melakukan pemulihannya maka dilakukan percepatan kebutuhan korban. Pohan mengusulkan untuk bersama-sama menyusun suatu prosedur yang pro korban dalam kasus ini.

Argumen majelis hakim yang menolak permohonan itu sangat mungkin diperdebatkan. Menurut Agustinus, domisili Juliari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjadi pokok alasan penolakan permohonan yang sudah diajukan tim advokasi korban bansos menjadi hal yang tidak masuk akal. Pohan dengan tegas mengatakan kekecewaan atas putusan tersebut.

“Ini terkait dengan kewenangan relatif pengadilan alias tidak mutlak. Di dalam KUHP dimungkinkan peradilan dilakukan dimana kebanyakan sanksi berdomisili yang bertujuan untuk efisiensi waktu. Mahkamah Agung bisa memberikan kebijakan dengan memungkinkan diselenggarakannya pengadilan di tempat lain,” jelasnya.

Menurutnya, dari sudut hukum acara perdata yang prinsipnya di mana tempat kediaman tergugat yang merupakan kewenangan relatif. Dilakukannya peradilan di tempat lain boleh dilakukan, sepanjang tidak ada keberatan dari pihak lain.

“Sejauh ini Juliari sebagai terdakwa tidak merasa keberatan mengenai domisili yang menjadi alasan penolakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat ini putusan Mahkamah Agung menjadi harapan agar segera mengeluarkan putusan dan mengabulkan seluruh dalil para korban korupsi bansos. Putusan Mahkamah Agung ini akan menjadi penentu nasib pemulihan korban korupsi agar tujuan Pasal 98 yang ditafsir oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang bertujuan membantu korban ini tidak dianggap seolah-olah seperti membantu terdakwa,” tutupnya.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang juga anggota tim advokasi menambahkan para korban korupsi bansos itu sedang mengupayakan pemulihan hak-haknya yang telah dirampas pelaku korupsi. Akibat praktik korupsi tersebut, paket bantuan sosial berupa sembilan bahan pokok itu kualitasnya sangat buruk.

“Penetapan PN Tipikor itu justru bertolak belakang dengan semangat pemulihan korban sebagaimana diharapkan UNCAC,” kata Kurnia.

Tags:

Berita Terkait