Tim Hukum Prabowo-Gibran: Permohonan Pemohon Lebih Banyak Narasi Bukan Bukti
Melek Pemilu 2024

Tim Hukum Prabowo-Gibran: Permohonan Pemohon Lebih Banyak Narasi Bukan Bukti

Permohonan pemohon dianggap cenderung banyak mempersoalkan pihak pemerintah, bukan termohon KPU. Tim Hukum Prabowo-Gibran mengklaim bakal mudah mematahkan argumentasi permohonan pemohon.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Ini proses baru penyampaian permohonan, jadi agak kecepetan tuh. Mungkin gak tahu jadwal sidang,” ujarnya.

Namun setidaknya, Ari menegaskan setiap argumentasi yang dibangun dalam permohonan terdapat bukti-bukti.  Makanya setiap argumen dilampirkan bukti-bukti. Dengan kata lain semua argumentasi dalam permohonan terdapat bukti-bukti dan fakta.

“Jadi ini bukan narasi, bukannya dongeng, tapi fakta yang bisa kami buktikan. Insya Allah terhadap proses pembuktian nanti ada waktunya tersendiiri itu akan hadir di persidangan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Anggota Tim Hukum AMIN, Bambang Widjojanto  membeberkan dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024 dalam surat permohonan pemohon. Yakni adanya dukungan lembaga kepresidenan, pelumpuhan independensi institusi penyelenggara pemilu, manipulasi aturan persyaratan pencalonan, pengerahan aparatur negara, dan penggelontoran bansos.

Setidaknya fakta hukum menurut Bambang Widjojanto menunjukan dukungan Presiden Joko Widodo dapat dimaknai sebagai manifestasi dan perilaku patronisasi. Berdasarkan sejumlah riset terlihat intervensi melalui Bansos dan penggunaan aparat negara mempengaruhi peningkatan suara Prabowo-Gibran pada Pemilu 2024 dibandingkan dengan Pemilu 2019 dan 2014.

Sepertihalnya peningkatan suara yang signifikan terjadi di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, yang mencatatkan suara Prabowo-Gibran mencapai 75,39 persen pada Pemilu 2024. Sementara di Pemilu 2019 Prabowo hanya mendapat 9,01 persen suara pada Pemilu 2019 saat berpasangan dengan Sandiaga Uno dan 21,91 pesen pada 2014 saat berpasangan dengan Hatta Rajasa. Artinya, terjadi kenaikan 66,38 persen. Karenanya Tim Hukum AMIN yakin kenaikan angka bubkan karena kehebatan pemilih dalam memilih calon terbaiknya.

“Tetapi ada intervensi yang luar biasa,” ujar mantan komisoner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait