Tingkatkan Nilai Tambah, Industri Rokok Perlu Roadmap yang Komprehensif
Berita

Tingkatkan Nilai Tambah, Industri Rokok Perlu Roadmap yang Komprehensif

Sejauh ini, cukai menjadi andalan untuk menutup penerimaan yang tidak mencapai target.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Terhitung Januari 2020, harga rokok yang beredar di seluruh Indonesia mengalami kenaikan. Hal itu berlaku setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok tahun depan sebesar 23 persen yang diatur dalam PMK No.152 Tahun 2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Selain cukai, harga jual eceran (HJE) rokok juga dipastikan naik sebesar 35 persen setelah tidak mengalami kenaikan pada tahun lalu.

 

Menurut pengamat perpajakan Yustinus Prastowo, selain menyoal sisi kesehatan, kenaikan cukai rokok tetap harus memperhitungkan peningkatan nilai tambah dari sektor hulu. Pemerintah pun tampaknya memberikan dukungan terhadap sektor hulu tembakau untuk meningkatkan nilai tambah.

 

Hal itu terbukti dari revisi PMK No. 94/PMK.04/2016, terutama Pasal 2 ayat 3 yang berbunyi “saat proses pembuatan barang kena cukai selesai dengan tujuan untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk barang kena cukai berupa: f. hasil tembakau untuk jenis Tembakau Iris yaitu pada saat proses pengolahan daun tembakau telah selesai dirajang, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.”

 

Pasal ini, lanjutnya, menyebabkan dispute bagi sektor hulu baik perusahaan ataupun perorangan yang ingin mengoptimalkan nilai tambah produksinya. Namun pasal itu kemudian direvisi oleh PMK No. 134/PMK.04/2019 dengan menghapus bagian huruf f.

 

“Melalui revisi ini, pemerintah mendukung sektor hulu untuk mendorong nilai tambah produksinya, serta mendorong IHT kelas kecil dan menengah, agar dapat bersaing dengan IHT besar. Kepastian hukum untuk mendukung industri sangatlah penting,” kata Yustinus dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (20/11).

 

Maka dari itu, diperlukan sebuah roadmap yang komprehensif terkait industri rokok, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Pembuatan roadmap pun harus mempertimbangkan pabrikan SKT, memperhatikan kondisi para petani, perpindahan dari pasar domestik ke luar negeri, pengendalian rokok ilegal, dan optimalisasi pengawasan.

 

Sementara untuk jangka panjang, dibutuhkan strategi switching ke industri lain. Artinya, perlu pengembangan produk hasil tembakau lainnya, terutama yang terbukti less risk, serta perlu sumber penerimaan lain (ekstensifikasi)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait