Peran merek dalam memasarkan produk usaha sudah tidak terbantahkan lagi. Namun, dengan meningkatnya daya beli masyarakat dan penggunaan berbagai channel pemasaran telah menciptakan keterbatasan pelanggan untuk mengenal seluruh merek lokal.
Oleh sebab itu, penggunaan tanda pembeda atau merek konvensional yang hanya berupa kata dan logo saja seringkali dianggap kurang meninggalkan kesan pada ingatan pelanggan. Korporasi mulai menggunakan ciri khas jenama berupa suara, hologram, bahkan desain 3 dimensi untuk memikat konsumen.
Arief Budiman sebagai CEO Petakumpet Creativers menjelaskan bahwa ada beberapa tips agar merek non tradisional menjadi pembeda yang baik. Merek tersebut harus dibuat dengan inovatif, eksentrik (unik), disruptif, dan harus belajar pada pengalaman pelanggan.
Baca Juga:
- Diperlukan Kolaborasi Antar Pemangkun Kepentingan untuk Bangun Ekosistem KI UMKM
- Kiat Sukses Mendapatkan Perlindungan Desain Industri
“Yang dimaksud inovatif adalah memberikan kebaruan atau memberikan nilai tambah yang tidak terduga bagi konsumen, sedangkan kalau eksentrik adalah memiliki gaya yang unik, tidak biasa,” jelas Arief, sebagaimana dikutip dari laman resmi DJKI, Senin (5/6).
Sementara itu, sifat merek yang disruptif adalah merek yang menganggu pasar atau mengubah cara industri beroperasi. Meski begitu yang paling penting menurut Arief adalah berfokus pada pengalaman pelanggan.
Yang tidak kalah penting dalam pemanfaatan merek adalah pelindungan merek di DJKI. Arief mengatakan merek tidak bisa menjadi aset berharga apabila belum dilindungi secara legal.