Pahami Komersialisasi Merek dengan Beragam Bentuk Lisensi
Terbaru

Pahami Komersialisasi Merek dengan Beragam Bentuk Lisensi

Perjanjian lisensi merek bukanlah peralihan hak merek tetapi hanya pemberian izin yang dilakukan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan merek terdaftar.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua menegaskan pentingnya pencatatan perjanjian lisensi merek. Pencatatan ini memastikan kedua belah pihak baik lisensor maupun lisensee sama-sama mendapatkan keuntungan dalam perjanjian lisensi.

“Perjanjian lisensi memberikan keuntungan kepada pemilik merek dan yang menerima lisensi. Apabila dicatatkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), perjanjian lisensi itu telah disaksikan oleh negara dan penegakan hukumnya bisa dilaksanakan,” ujar Kurniaman sebagaimana dilansir dalam laman resmi DJKI, Sabtu (29/4/2023). 

Kurniaman menjelaskan, perjanjian lisensi merek bukanlah peralihan hak merek tetapi hanya pemberian izin yang dilakukan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan merek terdaftar. Sementara itu, lisensi merek sendiri memiliki beberapa bentuk.

Koordinator Pemeriksaan Merek di DJKI Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Agung Indriyanto, menambahkan kebanyakan orang hanya familiar dengan franchising. Dia menilai, masyarakat biasanya memahami franchise bentuknya seperti cabang. Padahal lebih dari sekedar cabang. Contoh franchise di Indonesia saat ini sudah sangat banyak.  Seperti Mixue, McDonalds, dan lain sebagainya.

“Lisensi bentuk ini sebetulnya memiliki beberapa ketentuan misalnya merek terdaftar yang sudah berusia lima tahun dan terbukti sukses baru bisa membuka franchise untuk pengembangan usahanya,” terang Agung.

Baca juga:

Sementara Ketua Umum (Ketum) Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI) Tri Rahardjo, menilai perusahaan-perusahaan waralaba wajib memiliki standar tertulis atas pelayanan barang/jasa yang ditawarkan. Usaha perusahaan yang bakal membuka waralaba pun harus mudah diajarkan atau diduplikasi oleh pihak yang baru membuka cabang.

Tags:

Berita Terkait