Belajar dari Kasus WARKOPI, Begini Mekanisme Pendaftaran Perjanjian Lisensi
Terbaru

Belajar dari Kasus WARKOPI, Begini Mekanisme Pendaftaran Perjanjian Lisensi

Lisensi diberikan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi lisensi (pemegang hak kekayaan intelektual) dan penerima lisensi.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 6 Menit

Dirangkum dari artikel Klinik Hukumonline “3 Langkah Pengajuan Pencatatan Perjanjian Lisensi”, pada dasarnya lisensi didefinisikan berbeda-beda di setiap undang-undang yang mengatur mengenai kekayaan intelektual. Menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC): “Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.”

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten): “Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten, baik yang bersifat eksklusif maupun non-eksklusif, kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk menggunakan Paten yang masih dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu.”

Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang): “Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.”

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa lisensi adalah izin yang diberikan pemegang hak kekayaan intelektual kepada pihak lain untuk menggunakan/menikmati manfaat ekonomi atas penggunaan kekayaan intelektual tersebut dalam jangka waktu dan syarat tertentu berdasarkan perjanjian tertulis.

Merujuk Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual (PP 36/2018) lisensi diberikan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi lisensi (pemegang hak kekayaan intelektual) dan penerima lisensi. Jika perjanjian lisensi dibuat dalam bahasa asing, maka wajib diterjemahkan dalam bahasa Indonesia (Pasal 5 ayat (2) PP 36/2018).

Perjanjian lisensi minimal memuat tanggal, bulan, tahun, dan tempat perjanjian lisensi ditandatangani; nama dan alamat pemberi lisensi dan penerima lisensi; objek perjanjian lisensi; ketentuan mengenai lisensi bersifat eksklusif atau noneksklusif, termasuk sublisensi; jangka waktu perjanjian lisensi; wilayah berlakunya perjanjian lisensi; dan pihak yang melakukan pembayaran biaya tahunan untuk paten (Pasal 7 ayat (2) PP 36/2018).

Patut diperhatikan, perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan perekonomian Indonesia dan kepentingan nasional Indonesia; memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi; mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat; dan/atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, dan ketertiban umum (Pasal 6 PP 36/2018). Selain itu, terhadap kekayaan intelektual yang telah berakhir masa perlindungannya atau telah dihapuskan tidak dapat dilakukan pemberian lisensi (Pasal 4 PP 36/2018).

Tags:

Berita Terkait