Todung Mulya Lubis: Ada Kekosongan Hukum dalam Implementasi Pidana Mati
Utama

Todung Mulya Lubis: Ada Kekosongan Hukum dalam Implementasi Pidana Mati

Adanya kekosongan hukum mengenai pengaturan pidana mati berpotensi menimbulkan polemik pada saat UU No.1 Tahun 2023 berlaku.

Willa Wahyuni
Bacaan 4 Menit
Tokoh senior HAM sekaligus praktisi hukum, Todung Mulya Lubis, dalam Seminar Urgensi Kebijakan Perantara Pidana Mati Guna Menyongsong Keberlakuan KUHP di Tahun 2026 di Jakarta, Selasa (27/6). Foto: RES
Tokoh senior HAM sekaligus praktisi hukum, Todung Mulya Lubis, dalam Seminar Urgensi Kebijakan Perantara Pidana Mati Guna Menyongsong Keberlakuan KUHP di Tahun 2026 di Jakarta, Selasa (27/6). Foto: RES

Pasca diundangkannya UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menimbulkan banyak diskursus baru. Salah satu terobosan yang dibawa UU tersebut adalah pengaturan baru mengenai pidana mati yang juga dihiasi oleh beragam pendapat pro dan kontra.

Terkait hal ini tokoh senior HAM sekaligus praktisi hukum, Todung Mulya Lubis konsisten menolak hukuman mati dalam kasus apa saja dan kepada siapa saja. Menurutnya, perubahan pidana mati dalam KUHP baru yang tertuang dalam Pasal 100 merupakan langkah positif dari sejarah Panjang Indonesia yang menolak penghapusan pidana mati.

Sejak tahun 1979, Todung bersama Wakil Presiden Ke-3 Indonesia, Adam Malik dan juga bersama advokat muda lainnya pada waktu itu, menggagas gerakan hapus putusan hukuman mati dan kian vokal digaungkan hingga hari ini.

Baca Juga:

Perjuangannya dalam menghapuskan hukuman mati saat ini bermuara pada KUHP baru yang memuat mengenai hukuman mati. Meski masih berlaku tiga tahun lagi dan belum efektif berlaku sekarang, namun terdapat tantangan dalam implementasi pasal pidana mati yang belum berlaku tersebut yang hukuman pidana mati terus dijatuhkan oleh hakim.

“Sejak 1979 kami menuntut penghapusan hukuman mati karena hukuman mati dari segala sisi tidak memberikan dampak dan juga tidak mengurangi angka kejahatan,” ujar Todung dalam gelaran seminar Urgensi Kebijakan Perantara Pidana Mati Guna Menyongsong Keberlakuan KUHP di Tahun 2026 di Jakarta, Selasa (27/6).

Todung menyatakan, ketika hukuman mati dijatuhkan terpidana tidak bisa dihidupkan kembali padahal ada banyak bukti di banyak negara bahwa terpidana yang dijatuhi pidana mati belum tentu pelaku tindak pidana yang sebenarnya.

Tags:

Berita Terkait