Tolak Peradilan Sesat, 75 Tokoh Ajukan Amicus Curiae Kasus Advokat Jurkani
Utama

Tolak Peradilan Sesat, 75 Tokoh Ajukan Amicus Curiae Kasus Advokat Jurkani

Meminta Majelis Hakim yang mengadili perkara ini tidak ragu membuat keputusan yang seadil-adilnya guna mewujudkan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Salah satunya dengan mengungkap pelaku utama atau dalang pembunuhan Advokat Jurkani ini.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
(Alm) Advokat Jurkani semasa hidup. Foto: kai.or.id
(Alm) Advokat Jurkani semasa hidup. Foto: kai.or.id

Proses penuntasan kasus pembunuhan Advokat Jurkani di Kalimantan Selatan masih terus bergulir. Tim Advokasi Jurkani menilai proses penanganan perkara ini penuh kejanggalan dan rekayasa. Berangkat dari keresahan itu sebanyak 75 tokoh yang berasal dari berbagai latar belakang, seperti mantan pimpinan KPK, akademisi, aktivis, advokat, dan lainnya mengajukan keterangan tertulis sebagai Amicus Curiae (sahabat pengadilan).

Salah satu tokoh yang mengajukan Amicus Curiae, Febri Diansyah, mengatakan sangat bersimpati dan merasa kehilangan dengan kepergian Jurkani. Jurkani dikenal sebagai seorang advokat pembela HAM yang berani melawan mafia tambang. “Amicus Curiae ini kami ajukan sebagai bentuk perlawanan terhadap para mafia tambang dan oligarki yang koruptif dan destruktif tersebut”, kata Juru Bicara KPK RI 2016-2019 itu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/2/2022).

Tim Advokasi mencatat Jurkani adalah salah satu martir yang berani melawan mafia tambang dan oligarki koruptif di Kalimantan Selatan. Ada juga Hardiansyah, seorang guru SD yang meregang nyawa karena memprotes aktivitas tambang milik seorang pengusaha di Kalimantan Selatan. Selanjutnya Trisno Susilo, pegiat hak masyarakat adat yang divonis 4 tahun penjara karena mempertahankan tanahnya.

Berikutnya, Muhammad Yusuf, wartawan yang dijebloskan ke penjara dan meninggal di balik jeruji besi karena mewartakan konflik perebutan lahan yang melibatkan perusahaan milik orang kuat di Kalimantan Selatan. Selain itu, Putra Sumedi, jurnalis yang harus masuk bui karena memberitakan sengketa lahan masyarakat adat suku Dayak di Kalimantan Selatan.

Amicus Curiae lain, Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo, menjelaskan proses penanganan perkara Jurkani terkesan tertutup dan gagal mempertimbangkan berbagai fakta lapangan dan merusak kredibilitas lembaga peradilan. Dia mendesak aparat penegak hukum bekerja serius mengungkap dalang pembunuhan Jurkani yang kasusnya diawali dari konflik pertambangan.

“Siapa mereka yang menguasai tambang? Apakah mereka menjadi bagian dari pihak yang diperiksa dengan teliti? Tanpa menyentuh wilayah ini, penegakan hukum akan berhenti pada pelaku lapangan dan akan semakin menegaskan kuasa para elit lokal dan oligarki di Kalimantan Selatan,” kata Adnan.

(Baca Juga: Hadapi Mafia Tambang, Tim Advokasi Jurkani Gandeng LPSK)

Dia melihat Kalimantan Selatan kaya sumber daya alam, tapi hanya bisa dinikmati segelintir orang. Karena itu, tidak jarang terjadi pembunuhan sadis sebagai praktik mafia untuk memastikan bisnis dapat berjalan lancar tanpa gangguan/hambatan dari pihak manapun.

Budayawan, Erros Djarot, mengingatkan UUD Tahun 1945 mengamanatkan seluruh kekayaan alam digunakan untuk mensejahterakan rakyat, bukan memperkaya sekelompok orang saja. “Cara-cara mafia seperti premanisme, tentara bayaran, dan pejabat lokal yang korup wajib dihadapkan pada lembaga peradilan negara, sebelum peradilan rakyat mengambil jalannya sendiri,” tegasnya.

Menurut Tim Advokasi, kata dia, mafia tambang dan oligarki tidak hanya menyebabkan sejumlah nyawa melayang tapi juga berhasil mengkooptasi aparat negara dan penegak hukum. Membungkam kebebasan berpendapat, mengekang kebebasan pers, pelanggaran HAM, dan kerusakan lingkungan serta bencana ekologi lainnya. Praktik tersebut juga menciptakan persaingan bisnis tidak sehat, membajak demokrasi, dan memicu korupsi politik dan kekuasaan.

Amicus Curiae lainnya, Pimpinan KPK periode 2010-2011, Busyro Muqoddas, menyebut “tsunami” kebiadaban telah hadir dalam pembunuhan dan penanganan kasus Jurkani. Praktik mafia dibalik kasus Jurkani ini harus diungkap. “Kita yang masih memiliki hati dan merindukan keadilan hakiki, harus melakukan perlawanan sekuat-kuatnya, meskipun mungkin tetap sulit mengungkap mafia oligarki dibalik pembacokan sadis Jurkani. Tetapi kita harus terus berjuang dan melawan!” ujarnya memberi semangat.

Melalui Amicus Curiae ini, Tim Advokasi meminta Majelis Hakim yang mengadili perkara ini tidak ragu membuat keputusan yang seadil-adilnya guna mewujudkan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Salah satunya dengan mengungkap pelaku utama atau dalang pembunuhan Advokat Jurkani ini.

“Saya yakin Majelis Hakim mampu melihat kejanggalan penanganan perkara Jurkani. Hakim dapat menggali lebih dalam dan melihat para terdakwa adalah pelaku suruhan. Melalui persuasi yang baik saya yakin Majelis Hakim bisa mengungkap pelaku utama pembunuhan Jurkani,” ujar salah satu Tim Advokasi Jurkani, Denny Indrayana, mantan Wamenkumham periode 2011-2014 ini.

“Para Terdakwa bisa ditawarkan menjadi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) yang mendapatkan hukuman ringan atau bahkan kebebasan, dengan mengkaji kesalahan, dan mengungkap dalang utama yang memerintahkan pembunuhan. Logikanya, mereka adalah pelaku tambang illegal yang terganggu dengan advokasi Kanda Jurkani,” kata Denny.

Dari 75 tokoh yang mengajukan Amicus Curiae beberapa diantaranya, Abraham Samad (Ketua KPK RI 2011-2015); Adnan Topan Husodo (Koordinator Indonesia Corruption Watch); Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Jakarta); Bambang Widjojanto (Wakil Ketua KPK RI 2011-2015); Benny K. Harman (Anggota Komisi II DPR RI); Berry Nahdian Forqan (Direktur Eksekutif WALHI Nasional 2008-2012); Bivitri Susanti (Pengajar STHI Jentera); Busyro Muqoddas (Advokat).

Selain itu, Din Syamsuddin (Chairman of Centre for Dialogue and Cooperation among Civilization/CDCC); Donal Fariz (Pegiat Antikorupsi); Haris Azhar (Dosen HAM STHI Jentera); Rocky Gerung (akademisi); Feri Amsari (Direktur PUSaKO FH Andalas); Refly Harun (ahli hukum tata negara); Susi Dwi Harijanti (Guru Besar HTN Unpad); Yunus Husein (Ketua STHI Jentera 2015-2020); Sigit Riyanto (Guru Besar FH UGM); Herlambang P. Wiratraman (Dosen FH UGM); Zainal Arifin Mochtar (Dosen FH UGM).     

Seperti diberitakan sejumlah media, Jurkani dibacok di kawasan pertambangan batubara di Desa Bunati, Kecamatan Angsana, Kalimantan Selatan sekitar awal November 2021 lalu. Saat itu, puluhan orang tidak dikenal menghadang kendaraan yang ditumpangi Jurkani, memecah kaca belakang mobil, dan langsung membacok korban.

Bacokan menyebabkan pergelangan tangan Jurkani nyaris putus, dan tubuhnya dipenuhi luka bacok serius, tangan, dan kaki kanan dan kiri pun patah. Sesaat setelah peristiwa itu, Jurkani langsung dirujuk ke RS Ciputra, Banjarmasin. Kejadian ini diduga buntut dari adanya penambangan ilegal di lahan PT Anzawara Satria yang diurus Jurkani sebagai lawyer perusahaan.

Tags:

Berita Terkait