Urgensi Kriminalisasi Perdagangan Pengaruh dalam Pembaharuan Hukum Pidana
Kolom

Urgensi Kriminalisasi Perdagangan Pengaruh dalam Pembaharuan Hukum Pidana

​​​​​​​Perdagangan pengaruh (trading in influence) dapat dilakukan baik secara aktif maupun pasif.

Bacaan 2 Menit

 

Selain kasus suap Walikota Cimahi yang dikaji oleh Tim Peneliti, ada beberapa kasus lain yang sesungguhnya juga merupakan kasus trading in influence yang dijerat pasal suap. Sebagai contoh, kasus kuota impor daging sapi yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaq (LHI), Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS). LHI dijerat pasal suap (Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor) karena terbukti menerima uang sebesar Rp1,3 miliar dari PT Indoguna Utama.

 

Kasus lain adalah kasus impor gula yang melibatkan Irman Gusman (IG), Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dijerat Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor karena menerima suap sebesar Rp100 juta dalam pengurusan impor gula untuk daerah Sumatera Barat. LHI divonis 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, sementara IG divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.  

 

Pengertian trading in influence dapat kita temukan dalam Article 18 UNCAC yang berbunyi : “Each State Party shall consider adopting such legislative and other measures as may be necessary to establish as criminal offences, when committed intentionally :

  1. The promise, offering or giving to a public official or any other person, directly or indirectly, of an undue advantage in order that the public official or the person abuse his or her real or supposed influence with a view to obtaining from an administration or public authority of the State Party an undue advantage for the original instigator of the act or for any other person.”
  2. The solicitation or acceptance by a public official or any other person, directly or indirectly, of an undue advantage for himself or herself or for another person in order that the public official or the person abuse his or her real or supposed influence with a view to obtaining from an administration or public authority of the State Party an undue advantage.”

 

Dengan membaca ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa trading in influence dapat dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Ketentuan pasal 18 huruf a UNCAC mengatur mengenai trading in influence yang dilakukan secara aktif, yaitu memberikan tawaran untuk memperdagangkan pengaruh, sementara pasal 18 huruf b UNCAC mengatur mengenai trading in influence yang dilakukan secara pasif, yaitu menerima tawaran memperdagangkan pengaruh.

 

Apabila ditelusuri, perbedaan prinsipil antara suap dan dan trading in influence adalah dalam suap hanya terdapat 2 pihak (bilateral relationship), yaitu pemberi suap (pelaku suap aktif) dan penerima suap (pelaku suap pasif). Spesifik berbicara mengenai suap kepada pegawai negeri/penyelenggara negara, pihak penerima suap harus masuk dalam kualifikasi pegawai negeri/penyelenggara negara, sementara pihak pemberi suap dapat merupakan pegawai negeri/penyelenggara negara maupun swasta.

 

Sementara itu dalam trading in influence, terdapat 3 pihak (trilateral relationship), yaitu pihak yang berkepentingan (menginginkan keuntungan), pihak yang memiliki dan kemudian memperdagangkan pengaruh (pihak ini dapat merupakan pejabat publik/penyelenggara negara atau bukan) dan pejabat publik/ penyelenggara negara selaku pemilik otoritas yang dipengaruhi untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan wewenang yang dimilikinya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait