UU Cipta Kerja Dinilai Hambat Kemajuan Kebijakan Penyandang Disabilitas
Berita

UU Cipta Kerja Dinilai Hambat Kemajuan Kebijakan Penyandang Disabilitas

Karena menghapus sejumlah ketentuan dalam berbagai UU yang mendorong pelindungan dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. UU Cipta Kerja masih menggunakan istilah “cacat,” bukan “penyandang disabilitas” sebagaimana mandat pasal 148 UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Keempat, penyerapan tenaga kerja dan wirausaha penyandang disabilitas. Fajri mencatat UU Cipta Kerja menghapus dan mengubah ketentuan dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang memberi pelindungan bagi penyandang disabilitas. Misalnya, UU Cipta Kerja menghapus Pasal 172 UU Ketenagakerjaan yang mengatur buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja, dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan diberikan uang pesangon 2 kali ketentuan.

Ketentuan ini melindungi buruh karena pemberi kerja tidak mudah melakukan PHK sekalipun buruh menjadi penyandang disabilitas. Ketentuan ini juga mendorong adanya program kembali bekerja (return to work). Ketentuan Pasal 172 UU Ketenagakerjaan itu dihapus UU Cipta Kerja.

Menurut Fajri, ketentuan itu diganti menjadi Pasal 154A ayat (1) huruf m yang memberi kemudahan pengusaha untuk melakukan PHK dengan alasan buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan. Hal ini bertentangan dengan Pasal 11 huruf d UU Penyandang Disabilitas yang menyebut hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk penyandang disabilitas meliputi hak untuk tidak diberhentikan karena tidak diberhentikan karena alasan disabilitas.  

Paradigma HAM

Sebelumnya, dalam peringatan hari disabilitas internasional tahun 2020 di Istana Merdeka, Jakarta, Presiden Joko Widodo, mengatakan peringatan ini harus menjadi momentum menegaskan kepedulian dan memperkuat solidaritas dalam meletakkan dasar bagi perlindungan penyandang disabilitas dari paradigma karitatif dan charity based menjadi human right based. Dia melanjutkan kesetaraan, kesempatan, dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas untuk mengakses pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan terus ditingkatkan. Infrastruktur yang dibangun juga dapat diakses penyandang disabilitas.

Jokowi juga menyebut telah banyak menandatangani Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan penyandang disabilitas. Misalnya tahun 2019, ada PP tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas; PP tentang Perencanaan Penyelenggaraan, dan Evaluasi Terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas; PP tentang Unit Layanan Disabilitas (Bidang) Ketenagakerjaaan.

Selain itu, ada 2 Peraturan Presiden yang sudah ditandatangani yaitu tentang Syarat dan Tata Cara pemberian Penghargaan terhadap Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dan Perpres No.68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas. “Payung regulasi rasanya sudah cukup banyak dan kalau memang sangat-sangat diperlukan, saya siap untuk menerbitkan peraturan lagi. Tapi kuncinya bukan semata-mata di regulasi. Peraturan yang baik, rencana yang baik tidak ada gunanya tanpa keseriusan dalam pelaksanannya,” kata Jokowi sebagaimana dilansir laman setkab.go.id, Kamis (3/12/2020).

Tags:

Berita Terkait