UU Jaminan Fidusia Perlu Direvisi Sesuai Zamannya
Berita

UU Jaminan Fidusia Perlu Direvisi Sesuai Zamannya

Karena UU Jaminan Fidusia terdapat kelemahan. Seperti pencatatan objek fidusia berdasarkan UU 42/1999 dinilai belum mampu memberikan jaminan kepastian terkait eksekusi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Bahkan, benda bergerak tidak memiliki tanda kepemilikan yang kuat layaknya benda tidak bergerak yang kepemilikannya mesti ditandai dengan sertifikat kepemilikan (Pasal 616 KUHPerdata). “Perbedaan ini melahirkan perbedaan konsekuensi yakni benda tidak bergerak  bakal sulit dijaminkan kembali karena setiap orang bakal melihat sertifikat kepemilikannya. Sebaliknya, benda bergerak mudah dipindahtangankan,” kata dia.

 

“Penguasaan benda tidak bergerak tidak diterjemahkan sebagai ‘kepemilikan’ berbanding terbalik dengan dasar kepemilikan benda bergerak yang ditandai dengan ‘penguasaan’ atas objek fidusia dan mudah dialihkan. Ujungnya, kreditor bakal kewalahan mengeksekusi objek fidusia ketika debitor cidera dalam menunaikan pembayaran hutang.

 

Menurutnya, ketidakjelasan pengaturan terkait kepemilikan objek fidusia mengakibatkan rumitnya proses eksekusi objek fidusia oleh kreditor. Padahal, dokumen yang mendasari perjanjian kebendaan baik bergerak maupun tidak bergerak bersifat eksekutorial atau setara dengan kekuatan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Pasal 224 HIR). “Langsung eksekusi, tidak perlu diajukan gugatan lagi,” ujarnya.

 

Upaya paksa

Daulat melanjutkan UU Jaminan Fidusia tidak memberi kewenangan kreditur melakukan upaya paksa mengambil benda yang menjadi objek jaminan dari tangan debitur. Tentu saja, upaya paksa tersebut dilakukan tanpa bantuan pihak berwenang, seperti pengadilan atau aparat kepolisian. Sementara Kapolri telah menerbitkan Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

 

“Kewenangan mengeksekusi jaminan fidusia atas kekuasaanya sendiri, tidak termasuk kategori upaya paksa dalam hal debitur tidak rela menyerahkan benda objek jaminan yang dikuasai. Pemilik benda mesti meminta bantuan pengadilan atau pihak berwenang dalam rangka mengambil alih barang miliknya sendiri, ketika pihak yang menguasai benda tersebut  tidak secara sukarela menyerahkan kepada pemiliknya.

 

Dalam melakukan upaya paksa, Daulat menunjuk Pasal 29 ayat (1) huruf a yang menyebutkan, “(1) Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara : a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia”.

 

Perlindungan lain yang diberikan UU Jaminan Fidusia soal larangan untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan dalam hal debitur wanprestasi. Pasal 33 UU Jaminan Fidusia menyebutkan, “Setiap janji yang memberi kewenangan kepada Penerima Fidusia (kreditur) untuk memiliki Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia apabila debitor cidera janji, batal demi hukum.”

Tags:

Berita Terkait