UU PSDN Dinilai Belum Menjamin Perlindungan HAM
Terbaru

UU PSDN Dinilai Belum Menjamin Perlindungan HAM

Misalnya, dimensi ancaman dalam UU PSDN sangat luas, sehingga rawan digunakan untuk kepentingan politik tertentu. Komponen cadangan dinilai berpotensi menimbulkan konflik horizontal karena ancaman yang luas

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Proses uji materi UU No.23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) di MK masih berproses. Perkara yang teregistrasi dengan nomor 27/PUU-XIX/2021 diajukan sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti Imparsial, KontraS, Yayasan Kebijakan Publik Indonesia, dan PBHI. Sejak awal pembahasan RUU PSDN organisasi masyarakat sipil sudah menyoroti beragam substansi antara lain minimnya partisipasi publik dan komponen cadangan.

Peneliti Senior Imparsial sekaligus Dosen FH Universitas Brawijaya, Al Araf, mengatakan pembentukan UU PSDN minim partisipasi publik, sehingga cacat formil dan substansinya bermasalah. Dimensi ancaman yang diatur terlalu luas, begitu juga kategori ancaman, sehingga rawan digunakan kepentingan politik tertentu.

Pria yang disapa Aal itu mengingatkan dulu pemerintah pernah menggunakan warga sipil untuk menghadapi kelompok sipil lain, seperti kasus di Timor Leste. Komponen cadangan juga berpotensi disalahgunakan dalam peristiwa seperti itu. Kemudian tahun 1998, pemerintah membentuk Pamswakarsa yang tujuannya untuk menghadapi aktovos demokrasi.

“Komponen cadangan berpotensi menimbulkan konflik horizontal dengan masyarakat karena ancaman yang luas,” kata Al Araf dalam diskusi di Jakarta, Rabu (2/6/2022) lalu.

Baca Juga:

Aal menyebut urgensi pembentukan komponen cadangan patut dipertanyakan. Jika alasannya untuk memperkuat pertahanan nasional, yang utama perlu dilakukan adalah memperkuat TNI. Alasan utama pembentukan TNI adalah menghadapi perang. Sementara 50 persen alutsista TNI tidak layak pakai. Seharusnya anggaran dapat difokuskan untuk memperkuat alutsista TNI, melatih dan mendidik prajurit TNI agar lebih profesional.

“Tidak kalah penting juga mensejahterakan prajurit TNI, bukan malah menghabiskan uang dengan membentuk komponen cadangan,” kritik Aal.

Tags:

Berita Terkait