WALHI Minta KLHK Tetap Cabut Izin PT BMH
Berita

WALHI Minta KLHK Tetap Cabut Izin PT BMH

Putusan Pengadilan Negeri palembang dinilai menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan.

Oleh:
YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Palembang. Foto: RES
Gedung PN Palembang. Foto: RES
LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) meminta pemerintah tetap mencabut izin PT Bumi Mekar Hijau (BMH), meski hakim Pengadilan Negeri Palembang menolak gugatan perdata yang dilayangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap perusahaan tersebut. WALHI juga menyesalkan pertimbangan hakim tidak berdasarkan pada fakta dan bukti keterangan ahli didalam persidangan.  

Gugatan perdata KLHK terhadap BMH merupakan gugatan dengan jumlah kerugian  lingkungan hidup terbesar yaitu ganti rugi material Rp2,7 triliun dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp5,2 triliun.

Akan tetapi, dalam pertimbangan putusannya Pengadilan Negeri Palembang menyatakan bahwa benar telah terjadi kebakaran hutan di lahan milik BMH, tetapi kebakaran tersebut tidaklah menimbulkan kerugian ekologi atau kerusakan lingkungan. Menurut majelis hakim, tidak ada kausalitas antara kebakaran hutan dan pembukaan lahan, sehingga kesengajaan melakukan pembakaran tidak terbukti.

Manajer Hukum dan Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI, Muhnur Satyahaprabu, mengatakan putusan hakim PN Palembang tidak berdasarkan pada fakta dan bukti keterangan ahli didalam persidangan. Menurutnya, keterangan ahli Prof. Bambang Hero menjelaskan dengan baik bagaimana dampak kebakaran hutan dan lahan, apalagi yang terjadi di lahan gambut.

“Keterangan ahli menilai bahwa kebakaran hutan di lahan gambut yang terjadi di lahan PT BMH seluas 20.000 hektar membutuhkan biaya setidaknya Rp7 triliun untuk memulihkannya,” ujarnya dalam siaran pers yang dikutip hukumonline, Senin (4/1).

Muhnur juga mengkritik KLHK karena tidak mendesakkan proses peradilan kasus lingkungan ini dipimpin oleh hakim bersertifikasi hukum lingkungan. Menurutnya, dalam kasus tersebut, tidak ada satupun majelis hakim yang bersertifikasi lingkungan. Padahal, kasus-kasus lingkungan hidup adalah kasus yang extraordinary, sehingga memerlukan pemahaman yang baik terhadap peraturan perundangan terkait lingkungan hidup dari majelis hakim dalam penanganannya.

“Tetapi apapun hasilnya dari gugatan yang minim kreatifitas dan pemahaman hukum lingkungan ini, KLHK berdasarkan kewenangannya harus melakukan upaya hukum yang lain seperti mencabut izin PT BMH bukan hanya membekukannya. Apalagi di tahun 2015 ini kembali ditemukan banyak titik api di lokasi PT BMH,” katanya.

Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, menambahkan  putusan ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan. Dia menilai pengadilan masih menjadi tempat mencuci dosa kejahatan korporasi.

“WALHI Daerah Sumsel mencatat bahwa membakar adalah modus lama pembukaan lahan, kalau hakim masih tidak mengakuinya artinya hakim menutup mata pada fakta yang sudah terjadi puluhan tahun,” kata Hadi.

Sementara itu, Kepala Bidang Humas Saiman di Palembang, mengatakan ketiga hakim yakni, Parlas Nababan (ketua), Kartijono (anggota), dan Eli Warti (anggota) dipilih menjadi majelis untuk menangani kasus tersebut lantaran telah memenuhi syarat untuk perkara lingkungan.

"Parlas Nababan merupakan hakim berstatus ex officio yang bisa menangani semua perkara, selain itu juga memegang jabatan Wakil Ketua PN Palembang, maka kemampuannya jelas tidak diragukan. Demikian pula dengan Eli Warti dan Kartijono yang telah bersertifikat lingkungan," kata dia.

Saiman berharap pernyataan ini sekaligus meluruskan informasi yang beredar di masyarakat perihal tidak ada satu pun hakim lingkungan di dalam majelis.

Terkait hal ini, Kartijono membenarkan bahwa dirinya telah memiliki sertifikat hakim lingkungan. "Saya sudah memiliki sertifikat ini sejak 2011, selebihnya saya tidak bisa berbicara banyak karena institusi telah memutuskan semua pernyataan harus lewat humas," kata Kartijono yang ditemui di PN Palembang untuk meminta tanggapan terkait kasus ini.

Senada, Eli Warti juga enggan memberikan komentar ketika ditanya mengenai prasyarat sertifikat lingkungan. "Mengenai itu, tanya humas," kata Eli Warti.

Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin meminta semua pihak untuk menghormati keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang yang menolak gugatan KLHK terhadap PT BMH. Dia meminta semua pihak berpikir positif karena proses ini belum final dan baru sampai tingkat Pengadilan Negeri setempat.

"Hormatilah keputusan hakim, walaupun saat ini banyak yang berpendapat setuju dan tidak setuju. Saya tidak bisa bicara banyak, karena merasa tidak kompeten untuk menilai hasil dari keputusan hakim. Ini masih berproses (banding, red), tunggu saja," katanya.

Ia tidak menyangkal bahwa bukan perkara mudah untuk membuktikan terjadinya pembakaran lahan karena dalam hukum membutuhkan bukti, termasuk untuk menjerat oknum pembakar lahan. "Hukum itu harus ada pembuktian tidak bisa hanya sebatas ngomong saja, jika sudah terbukti maka siapa harus dihukum," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait