Wamenkumham Sebut 3 Urgensi Pengesahan RUU KUHP
Terbaru

Wamenkumham Sebut 3 Urgensi Pengesahan RUU KUHP

Karena KUHP sudah ketinggalan zaman; tidak ada kepastian hukum; dan para ahli hukum terdahulu yang merusmuskan revisi KUHP memiliki sejumlah misi seperti demokrasi dan dekolonisasi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Wamenkumham Prof Edward O.S Hiariej saat kegiatan diskusi bertema 'Dialog RUU KUHP' di Bandung, Rabu (7/9/2022). Foto: ADY
Wamenkumham Prof Edward O.S Hiariej saat kegiatan diskusi bertema 'Dialog RUU KUHP' di Bandung, Rabu (7/9/2022). Foto: ADY

Politik hukum revisi KUHP sudah digagas sejak awal kemerdekaan Indonesia. Menkopolhukam, Prof M. Mahfud MD, mengatakan politik hukum yang dilahirkan konstitusi yakni memandatkan untuk membuat hukum pidana yang baru menggantikan KUHP. “Itu karena KUHP tidak cocok dengan alam kemerdekaan,” kata Mahfud dalam kegiatan diskusi bertema “Dialog RUU KUHP” di Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/9/2022).

Ketua MK periode 2008-2013 itu mengatakan perubahan hukum mengikuti perubahan masyarakat. Setelah merdeka Indonesia beralih dari masyarakat kolonial menjadi nasional. KUHP tercatat diterapkan di Hindia Belanda sejak 1918, pembahasan revisi KUHP setelah Indonesia merdeka mulai bergulir sejak 1963.

Mahfud mencatat beberapa kali RUU KUHP hampir disahkan, misalnya tahun 2017 dan 2019. Bahkan rencananya pengesahan RUU KUHP menjadi kado hari kemerdekaan Indonesia ke 77. Semua rencana itu belum bisa terwujud dan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan jajaranya untuk menunda pengesahan. Presiden Jokowi juga meminta agar digelar sosialisasi RUU KUHP secara masif.

Baca Juga:

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof Edward O.S Hiariej atau disapa Prof Eddy, mengatakan RUU KUHP sangat urgen untuk segera diterbitkan. Dia membeberkan sedikitnya 3 alasan. Pertama, KUHP sudah ketinggalan zaman. Dia menjelaskan KUHP disusun sekitar tahun 1800 dan disahkan di Belanda tahun 1870. Kemudian dibawa ke Indonesia tahun 1915 dan diberlakukan tahun 1918.

“Kalau dihitung dari tahun pembuatannya usia KUHP itu sudah lebih dari 200 tahun,” ujarnya.

Prof Eddy menjelaskan KUHP dibentuk menggunakan aliran hukum pidana klasik yang mengutamakan pidana sebagai sarana belas dendam. Aliran hukum pidana itu sudah ketinggalan karena sekarang era disrupsi. “Maka dipastikan KUHP sudah ketinggalan zaman,” tegasnya.

Kedua, UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana hanya (pengesahan) memberlakukan KUHP. Persoalannya, belum ada terjemahan resmi KUHP, sehingga yang digunakan adalah terjemahan dengan beberapa versi. Misalnya, frasa “melawan hukum” atau dalam bahasa Belanda disebut wederrechtelijk di Pasal 362 KUHP.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait