Waspada Kejahatan Pasar Modal yang Potensi Rugikan Masyarakat Lewat Goreng Saham
Terbaru

Waspada Kejahatan Pasar Modal yang Potensi Rugikan Masyarakat Lewat Goreng Saham

BPKN meminta BEI dan OJK meningkatkan penegakan aturan hukum sehingga pihak-pihak yang bermain dalam hal transaksi semu yang menyebabkan saham 'digoreng' bisa diberi sanksi tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ketua BPKN Rizal E Halim. Foto: BPKN
Ketua BPKN Rizal E Halim. Foto: BPKN

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyoroti banyaknya perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga Januari 2023 yang berjumlah 833 perusahaan. Menurut Ketua BPKN Rizal E Halim, pencatatan saham baru alias IPO di BEI mengalami penuruan kualitas. Akibatnya, beberapa saham baru justru ambles ke level terendah padahal baru tercatat di papan perdagangan.

“Saya melihat adanya Indikasi kejahatan pasar modal yang berpotensi merugikan masyarakat,” kata Rizal sebagaimana dikutip dari laman resmi BPKN, Jumat (10/3).

Rizal menyebut istilah “white collar crime” dan “corporate crime” adalah salah satu kejahatan pasar modal dalam bentuk manipulasi harga saham dan ini bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, khususnya pasal 91dan 92. Pada Pasal 91 disebutkan bahwa setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di bursa efek.

Baca Juga:

Jika indikasi tersebut memang benar terjadi, maka akan menjadi batu sandungan terhadap upaya self regulatory organization oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) untuk mempromosikan pasar modal sebagai wadah investasi yang menguntungkan. Ini tentu menjadi ujian juga terhadap kredibilitas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai wasit pasar modal.

Istilah ‘menggoreng’ saham saat ini menjadi istilah yang cukup populer, setidaknya bagi masyarakat perkotaan. Krisis keuangan skala raksasa yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya, yang diduga terkait dengan skandal ‘saham gorengan’, membuat istilah ini makin populer.

Menurut Rizal, keberadaan ‘saham gorengan’ memiliki potensi untuk merugikan kepercayaan investor baik dalam negeri maupun investor asing. Oleh sebab itu, seluruh pihak yang berkepentingan perlu untuk menciptakan transaksi yang benar-benar valid. Rizal juga meminta BEI dan OJK meningkatkan penegakan aturan hukum sehingga pihak-pihak yang bermain dalam hal transaksi semu yang menyebabkan saham 'digoreng' bisa diberi sanksi tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait