Yap Thiam Hien Award Akhiri ‘Kesepian’ Prof Dawam
Berita

Yap Thiam Hien Award Akhiri ‘Kesepian’ Prof Dawam

Selama ini merasa dimusuhi, bahkan oleh lingkungannya sendiri.

RZK
Bacaan 2 Menit
Prof Dawam Rahardjo (kiri) saat menerima Yap Thiam Hien Award, Jakarta (30/01). Foto: RES
Prof Dawam Rahardjo (kiri) saat menerima Yap Thiam Hien Award, Jakarta (30/01). Foto: RES
Seperti laiknya seseorang yang menerima penghargaan, Prof Dawam Rahardjo mengaku senang, tersanjung dan bangga ketika menerima Yap Thiam Hien Award, Kamis malam (30/1), di Jakarta. Malam itu, di hadapan sekira puluhan hadirin dengan beragam latar belakang, Prof Dawam juga mengaku merasa lega.

“Jadi, (anugerah) ini melegakan saya, bahwa saya tidak sendirian, saya tidak kesepian dalam memperjuangkan pluralisme, walaupun hal itu bertentangan dengan banyak orang di kalangan Islam sendiri,” ujarnya.

Prof Dawam menuturkan bahwa selama ini dirinya merasa sendiri dalam memperjuangkan pluralisme di Republik ini. Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang ini juga merasa dimusuhi oleh sejumlah kalangan, termasuk kalangan yang bisa dibilang dekat dengan dirinya seperti organisasi Muhammadiyah.

Semua itu, menurut dia, terjadi lantaran sikapnya yang selama ini kerap membela kelompok minoritas seperti jemaat Ahmadiyah atau komunitas Eden. Prof Dawam menegaskan sikap membela bukan berarti mengamini ajaran kelompok yang dibelanya. Terkait Ahmadiyah, misalnya, Prof Dawam mengaku tidak percaya bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi.

“Tidak mungkin. Masa kenabian itu adalah masa lampau, masa modern bukan masa kenabian, tapi masa intelektual. Intelektual itu sama dengan nabi, jadi misi para nabi itu diteruskan oleh kaum intelektual. Itu paham saya,” paparnya.

Ketua Yayasan Yap Thiam Hien Todung Mulya Lubis menilai Prof Dawam Rahardjo adalah sosok yang tepat untuk menerima Yap Thiam Hien Award 2013. Sesuai dengan tema tahun ini “Meneguhkan Kebersamaan dalam Keberagaman”, Todung mengenang Prof Dawam sebagai sosok yang sangat berani menyuarakan pendapatnya bahwa hak kebebasan beragama harus juga dipahami sebagai hak kebebasan tidak beragama.

Sikap Prof Dawam, lanjut dia, dapat dipandang kelewat berani mengingat latar belakangnya sebagai mantan pengurus teras Muhammadiyah, salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia. Atas keberanian ini, Prof Dawam bahkan sempat dijuluki “Gus Dur”-nya Muhammadiyah oleh sebagian kalangan.

Dikatakan Todung, Prof Dawam terbukti konsisten mengabdikan hidupnya untuk memperjuangkan hak asasi kebebasan beragama sebagaimana dijamin oleh Konstitusi. “Untuk konsistensi dan kegigihan ini, sudah selayaknyalah Dawan Rahardjo mendapatkan Yap Thiam Hien Award tahun ini.”

Sosok seperti Prof Dawam Rahardjo, kata Todung, perlu dihargai karena isu hak asasi kebebasan beragama yang dia perjuangkan semakin hari semakin tenggelam. Terlebih lagi, untuk tahun politik seperti sekarang ini, isu kebebasan beragama bisa dikatakan nyaris absen total disuarakan para peserta pemilihan umum.

Dalam siaran pers, Yayasan Yap Thiam Hien menjelaskan bahwa Prof Dawam terpilih setelah menyisihkan 23 nama kandidat. Dari total jumlah kandidat, Dewan Juri yang diantaranya terdiri dari Makarim Wibisono, Todung Mulya Lubis, Prof Saparinah Sadli, dan beberapa tokoh lainnya secara aklamasi sepakat menetapkan Prof Dawam.

“Serupa bambu yang bertahan di tengah badai, Beliau (Prof Dawam) teguh berdiri memperjuangkan dan membela prinsip-prinsip kesetaraan, kebebasan, dan pluralisme di Indonesia secara konsisten hingga hari ini meski intimidasi, ancaman, dan teror silih berganti menerpanya,” demikian penjelasan Yayasan Yap Thiam Hien tentang sosok Prof Dawam.
Tags:

Berita Terkait