Masih Ada Pengusaha Tak Mendaftarkan Pekerjanya ke Jamsostek
Berita

Masih Ada Pengusaha Tak Mendaftarkan Pekerjanya ke Jamsostek

Setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 10 orang karyawan wajib mendaftar ke Jamsostek.

CRR
Bacaan 2 Menit
Masih Ada Pengusaha Tak Mendaftarkan Pekerjanya ke Jamsostek
Hukumonline

 

Putusan MK

Ketika disinggung tentang putusan Mahkamah Konstitusi yang telah membatalkan sebagian UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Trianggur menepisnya. Ia berpendapat bahwa MK tidak membatalkan penunjukan empat BUMN (Taspen, Asabri, Jamsostek dan Askes), sebagai pelaksana SJSN. Dia meluruskan bahwa penunjukan keempat BUMN itu bukan dibatalkan, tapi lebih pada dibolehkannya pemerintah daerah membuat badan penyelenggara pengurusan jaminan sosial yang diatur dengan UU.

 

Kemudian dalam waktu mendatang, BUMN yang belum dibentuk oleh UU, harus segera segera disahkan. Untuk selanjutnya   akan ada perubahan dari badan persero menjadi wali amanah badan nirlaba yang secara praktis defidennya tidak boleh digunakan oleh penyelenggara Jamsosnas. Secara otomatis akan berpengaruh pada jaminan sosial pekerja.

 

Sistem Jaminan sosial ini juga perlu dipikirkan kelanggengannya. Respon itulah yang diberikan Tianggur ketika salah satu peserta Rakornas dari Sulawesi Utara menanyakan tentang adakah peraturan yang mengatur tentang jaminan sosial Pembantu Rumah tangga (PRT). Menurut peserta itu, kini pemerintah daerahnya tengah menggodok peraturan daerah (perda) jamsostek mengenai PRT

 

Lebih lanjut, Tianggur menjelaskan perlu dipikirkan solusi-solusi yang tepat dalam menghadapi PRT yang berpindah-pindah tempat kerja. Jangka waktu kerja merupakan salah satu pertimbangan yang perlu dipikirkan. Pihak Depnakertrans bersama pengusaha dan buruh akan membahas permasalahan Jamsostek usai pembahasan revisi UU Ketenagakerjaan disepakati.

 

Bila dilihat dari daftar persoalan yang dikemukakan diatas, tampaknya masih banyak pekerjaan rumah pemerintah yang harus segera dibenahi.  Persoalan Jamsostek bukan lagi main-main, tapi menyangkut pemenuhan pilar perlindungan sosial.

Tetapi hingga saat ini masih ada saja perusahaan yang enggan mendaftarkan pekerjanya ke dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Padahal program itu diharapkan menjadi wadah perlindungan bagi tenaga kerja yang acapkali mengahadapi masalah.

 

Hal itu diungkapkan Trianggur Sinaga, Staf Pimpinan Ditjen Pengembangan Hubungan Industrial Depnakertrans dalam Rakernas Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) selama dua hari di Jakarta (15-16 Maret). Trianggur mengatakan bahwa persoalan jaminan sosial ini tidaklah sederhana. Ada banyak persoalan di sana.

 

Sesuai pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah No.14/1993, urai Trianggur, pengusaha yang memperkerjakan 10 orang atau lebih sudah dikenai kewajiban membayar klaim jaminan sosial pekerjanya minimal sejumlah 1 juta. Tapi pada kenyataannya banyak pengusaha bersikap sebaliknya. Seharusnya pengusaha mempunyai kesadaran tinggi bahwa pekerja merupakan investasi bagi perusahaan mereka, ulas Tianggur.

 

Menurutnya, kondisi kesadaran mengurus Jamsostek di Indonesia berbeda dengan di China. Di negara Komunis tersebut, khususnya di Propinsi Ghuangzou, dimana merupakan urban area, bahkan terdapat para buruh yang rela membayar jaminan sosialnya demi kehidupan dimasa mendatang. Di beberapa negara di ASEAN, seperti Filipina, maka akan ada retraining atau pelatihan kembali sebagai persiapan masa kerja selanjutnya setelah terkena PHK.

 

Persoalan lainnya yang mendera, juga dipaparkan bahwa ada kalanya juga si pengusaha hanya mendaftarkan sebagian pekerja dan upah-nya. Dengan tindakan seperti itu maka dari pihak  Jamsostek sendiri tidak mendapatkan data yang valid.

 

Selain itu, tidak  semua perusahaan mengikuti keseluruhan program jaminan sosial seperti jaminan kecelakaan, jaminan kematian dan hari tua, serta jaminan pemeliharaan kesehatan.

Tags: