Pemerintah Dituntut Serius Tanggapi Rekomendasi HAM
Berita

Pemerintah Dituntut Serius Tanggapi Rekomendasi HAM

Batas akhir untuk menanggapi rekomendasi UPR tinggal beberapa hari lagi.

Ady
Bacaan 2 Menit
Aktivis HRWG, Syaiful Anam. Foto: Sgp
Aktivis HRWG, Syaiful Anam. Foto: Sgp

Sejumlah organisasi masyarakat sipil (LSM) mendesak agar pemerintah serius menyikapi puluhan rekomendasi HAM UPR yang masih dipertimbangkan pemerintah. Sebagaimana berita sebelumnya, dari ratusan rekomendasi HAM yang diajukan, sekitar 20 persen masih dalam pertimbangan. Batas waktu untuk menentukan apakah rekomendasi itu diterima atau tidak oleh pemerintah akan berakhir pada Rabu (19/9). Untuk menjelaskan hal itu, pemerintah akan dimintai keterangannya pada sidang Dewan HAM PBB sesi ke-21.

Menurut Direktur LBH Jakarta, Febi Yonesta, sejumlah LSM telah diundang oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk mengkonsultasikan rekomendasi UPR pada akhir Agustus lalu. Namun, dalam pertemuan tersebut LSM yang diundang tidak diberi waktu yang cukup untuk memberikan pandangan.

“Konsultasi itu formalitas belaka, karena tidak ada konsultasi yang meaningful antara CSO (LSM,-red) dengan Kemlu,” kata pria yang akrab disapa Mayong itu dalam jumpa pers di kantor Human Right Working Group (HRWG) Jakarta, Senin (17/9).

Mayong mencatat ada 36 rekomendasi yang masih dipertimbangkan oleh pemerintah. LSM mendorong agar mayoritas dari rekomendasi itu diterima oleh pemerintah. Dalam pertemuan dengan Kemlu itu, Mayong melihat kesan pemerintah tidak mau sejumlah isu penting dalam 36 rekomendasi tersebut.

Di samping itu Mayong mengamati ada 14 rekomendasi HAM UPR terkait dengan kebebasan beragama yang diterima pemerintah. Seperti harmonisasi peraturan perundang-undangan, menghapuskan diskriminasi dan toleransi serta melindungi kelompok minoritas keagamaan. Namun, pemerintah tak kunjung mengundang pelapor khusus PBB yang membidangi masalah kebebasan beragama.

Hal itu menurut Mayong termasuk salah satu dari 36 rekomendasi HAM UPR yang masih dipertimbangkan pemerintah. Bagi Mayong belum diundangnya pelapor khusus PBB menunjukan ketidakseriusan pemerintah dalam menerima rekomendasi HAM UPR. “Ada sesuatu yang coba disembunyikan oleh (pemerintah) Indonesia terhadap pelapor khusus PBB,” tukasnya.

Terkait rekomendasi HAM UPR soal harmonisasi peraturan perundang-undangan, Mayong mengatakan, pemerintah Indonesia menerima sejumlah rekomendasi. Namun, salah satu rekomendasi yang masih dipertimbangkan, menyangkut UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Maraknya aksi intoleransi ditengarai akibat keberadaan regulasi yang menurut Mahkamah Konstitusi sudah perlu disempurnakan ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags: