Kepala Daerah Belum Paham UNCLOS
Berita

Kepala Daerah Belum Paham UNCLOS

Kebijakan dan pengelolaan sumber daya laut jadi tumpang tindih.

ANT
Bacaan 2 Menit
Kepala Daerah Belum Paham UNCLOS
Hukumonline

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengimbau para kepala daerah memahami Konvensi Hukum Laut Internasional (United Nations Convention on The Law of The Sea - UNCLOS 1982). Pemahaman ini penting guna mengelola potensi sumberdaya kelautan.

Apalagi UNCLOS 1982 merupakan "konstitusi internasional" dalam domain maritim internasional. Minimnya pemahaman kepala daerah akan UNCLOS 1982 menyebabkan tumpang tindih penerapan kebijakan dengan kewenangan pengelolaan potensi sumberdaya kelautan.

Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo, ketika membuka acara sosialisasi UNCLOS 1982 dan penerapannya seperti dikutip dari siaran pers KKP. Acara ini diselenggarakan Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) dan berlangsung di Jakarta (24/10).

Sharif yang juga menjabat Ketua Harian DEKIN menegaskan, UNCLOS 1982 memberi rujukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan pembangunan kelautan. Konvensi ini secara jelas memberikan dasar hukum bagi negara maritim menentukan batasan lautan sampai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen.

Dia sampaikan, sampai saat ini berkaitan dengan sektor maritim, ada beberapa hak dan kewajiban negara yang belum dilaksanakan. Diantaranya, penetapan batas wilayah dengan negara tetangga. Lalu, penetapan titik koordinat batas-batas wilayah dan pengelolaan sumberdaya alam laut yang terkandung di dalam laut teritorial, ZEE Indonesia dan landas kontinen.

"Saat ini ada 155 negara yang meratifikasi UNCLOS 1982, termasuk Indonesia dengan UU No. 17 Tahun 1985,” sambung menteri.

Pengesahan itu menjadikan Indonesia telah diakui oleh PBB sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, imbuh Sharif. UNCLOS 1982 mempunyai arti penting bagi Indonesia. Apalagi, untuk pertama kalinya azas negara kepulauan yang selama 25 tahun diperjuangkan secara terus menerus oleh para tokoh terbaik bangsa, telah berhasil memperoleh pengakuan resmi dunia internasional.

Ditegaskan, KKP berupaya menerapkan UNCLOS 1982 dengan memadukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan yang bersandar pada konsepsi ekonomi biru (Blue Economy). Konsep ini tetap diimplementasikan sebagai upaya menjaga daya dukung sumber daya kelautan secara optimal dan berkelanjutan.

Pembangunan kelautan dan perikanan dilakukan secara berimbang dan komprehensif antara pemanfaatan dengan pelestarian lingkungan. "Indonesia 70 persennya merupakan wilayah laut dan pesisir, sehingga perlu mengadopsi ekonomi biru untuk mendukung pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan secara berkelanjutan," jelasnya.

Pada kesempatan sama, Sekretaris DEKIN Deddy H Sutisna menambahkan, UNCLOS 1982 mengatur tentang hak dan kewajiban Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal itu harus dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Oleh sebab itu, pemahaman UNCLOS 1982 penting bagi kepala daerah dan semua pemangku kepentingan. Agar kebijakan yang lahir tidak melanggar ketentuan hukum laut internasional.

Terbukti, baru-baru ini ada wacana beberapa daerah untuk membentuk provinsi kepulauan. Ternyata wacana tersebut bertentangan dengan UNCLOS 1982. "Ini merupakan pekerjaan rumah bagi kita untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang diamanatkan UNCLOS 1982," tegas Deddy.

Tags: