UU Pangan Harus Utamakan Perlindungan Petani
Berita

UU Pangan Harus Utamakan Perlindungan Petani

Perlindungan terhadap petani dapat dilakukan lewat lembaga pangan baru yang diamanatkan oleh UU Pangan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Logo IHCS. Foto: en.ihcs.or.id
Logo IHCS. Foto: en.ihcs.or.id

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi hak atas pangan mendesak pemerintah mengutamakan perlindungan petani kecil dalam melaksanakan ketentuan UU Pangan. Menurut anggota koalisi dari Eksekutif Indonesian Human Rights Comittee for Social Justice (IHCS), Gunawan, mengatakan salah satu amanat UU Pangan adalah membentuk lembaga pangan baru yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

Gunawan memperkirakan lembaga pangan baru itu akan dibentuk lewat Peraturan Presiden (Perpres). Hal itu mengingat ada beberapa lembaga pangan serupa seperti Bulog, Badan Ketahanan Pangan Pertanian (BKP) dan Dewan Ketahanan Pangan (DKP), Gunawan mengatakan Presiden harus mengevaluasi kinerja berbagai lembaga itu.

Sehingga apa yang selama ini menjadi kelemahan dari bermacam lembaga itu dapat dibenahi untuk diterapkan di lembaga pangan baru. Dia berharap lembaga tersebut dapat mengintegrasi lembaga pangan yang ada dalam mengurusi pangan. Mulai dari pembentukan kebijakan sampai pengawasan.

Walau mengamanatkan untuk dibentuk lembaga pangan baru, Gunawan melanjutkan, UU Pangan tak menjelaskan siapa pihak yang bertanggung jawab dalam rangka pemenuhan hak pangan untuk rakyat. Akibatnya, ketika muncul kasus kelaparan, pihak yang disasar untuk dimintai tanggung jawabnya seolah tak jelas.

Mestinya, UU Pangan menunjuk siapa yang bertanggung jawab atas hal itu, apakah Presiden atau Menteri di bidang tertentu. Dengan dibentuknya lembaga pangan yang baru, Gunawan berharap lembaga tersebut yang bertanggung jawab jika terjadi kelaparan atau masalah pangan lainnya.

Jika tak ada pihak yang bertanggungjawab atas kasus pangan itu, Gunawan mengatakan masalah yang kerap timbul saat ini ketika terjadi masalah yaitu lempar tanggungjawab antar kementerian akan terus terjadi. Ujungnya, petani yang bertindak sebagai produsen pangan kebingungan ketika mau menggugat pihak berwenang atas kebijakan pangan yang dinilai merugikan petani. Untuk menjawab persoalan itu, koalisi berharap lembaga pangan baru dapat melakukannya.

“Kalau petani minta pertanggungjawaban ke Kementerian seringkali terjadi lempar tanggungjawab,” kata dia dalam jumpa pers di Jakarta, (13/3).

Halaman Selanjutnya:
Tags: