Terbuka Peluang Penyertaan Modal Pemerintah ke Industri Swasta
Berita

Terbuka Peluang Penyertaan Modal Pemerintah ke Industri Swasta

Kebutuhan pembiayaan industri besar dan berjangka panjang.

MYS/FNH
Bacaan 2 Menit
Terbuka Peluang Penyertaan Modal Pemerintah ke Industri Swasta
Hukumonline

Sepanjang semester pertama tahun 2013, Pemerintah sudah beberapa kali menambah dan menyertakan modal ke Badan Usaha Milik Negara. Antara lain penyertaan modal ke PT Pelabuhan Indonesia II, PT ASDP Indonesia Ferry, PTPN IX, PTPN III, dan PTPN II. Lalu, apakah dimungkinkan penyertaan modal pemerintah dilakukan ke perusahaan murni swasta?

Sinyal ke arah itu sudah ada. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perindustrian yang tengah digodok Pemerintah bersama Komisi VI DPR memuat klausula kemungkinan penyertaan modal pemerintah ke industri swasta. Sepanjang pengetahuan Erik Satya Wardhana, anggota Komisi VI DPR, kebijakan itu belum pernah dilakukan. Karena itu, rancangan kebijakan penyertaan modal pemerintah ke industri swasta perlu dibahas bersama. “Itu akan kami bahas,” ujarnya.

Pasal 20 RUU Perindustrian menyebutkan Pemerintah dapat mengalokasikan pembiayaan dan/atau memberikan kemudahan pembiayaan kepada perusahaan industri swasta. Penyertaan modal pemerintah merupakan salah satu model pembiayaan yang dibenarkan, selain keringanan bunga pinjaman, potongan harga pembelian mesin dan peralatan, serta bantuan mesin dan peralatan.

Erik menduga peluang penyertaan modal pemerintah kepada industri swasta lebih disebabkan di satu sisi kebutuhan industri atas modal sangat besar, dan biasanya berjangka panjang; sedangkan di sisi lain modal swasta tidak mencukupi atau sifatnya jangka pendek. Kebijakan ini mungkin dimaksudkan untuk mengatasi problematika pembangunan industri jangka panjang. Ini juga sejalan dengan gagasan lembaga pembiayaan khusus untuk industri.

Gagasan itu datang dari Kementerian Perindustrian. Kehadiran lembaga pembiayaan khusus diyakini akan mendorong pertumbuhan industri. “Diperlukan adanya lembaga pembiayaan khusus untuk industri dimana diperlukan kepastian peran pemerintah dalam melakukan pembiayaan industri baik kepada BUMN/BUMD maupun swasta,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari, di Jakarta (23/7).

Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 Tahun 2005 sebenarnya sudah membuka peluang penyertaan modal negara bukan hanya pada BUMN tetapi juga perseroan terbatas. Perseroan terbatas dalam regulasi ini tidak termasuk Persero. Pasal 5 huruf b PP ini menyebutkan negara dapat melakukan penyertaan modal pada perseroan terbatas yang di dalamnya belum terdapat saham milik negara.

Menyelamatkan perekonomian

Meskipun ada peluang penyertaan modal Pemerintah kepada industri swasta, peluang itu tetap bersyarat. Baik RUU Perindustrian maupun PP No. 44 Tahun 2005, menentukan pembiayaan kepada perusahaan swasta hanya dapat dilakukan dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional.

Pasal 20 ayat (4) RUU juga menyebutkan alokasi pembiayaan kepada perusahaan industri swasta hanya dapat dilakukan dalam rangka peningkatan daya saing industri dalam negeri dan/atau pembangunan industri pionir.

Persoalannya, apa yang dimaksud dengan penyelamatan perekonomian nasional, dan siapa yang menentukan? Sayang, RUU Perindustrian dan PP No. 44 Tahun 2005 tidak memberikan penjelasan lebih detil. Hanya disebut bahwa penetapan kondisi dalam rangka penyelamatan industri nasional ditetapkan oleh Presiden. Sedangkan peningkatan daya saing industri dan/atau industri pionir cukup ditetapkan oleh Menteri Perindustrian.

Erik Satya Wardhana juga mengakui ketidakjelasan parameter penyelamatan perekonomian nasional tersebut. “Itu yang selalu tidak jelas,” ucapnya seraya bersepakat pentingnya memperjelas maksud rumusan Pasal 20 RUU. “Kalimat seperti itu di dalam Undang-Undang harus dihindari supaya tidak membuka ruang terjadi penyalahgunaan,” sambung politisi.

Tags:

Berita Terkait