Perlindungan Hukum Masuk Revisi UU PPTKLN
Berita

Perlindungan Hukum Masuk Revisi UU PPTKLN

Banyak pekerja migran Indonesia terjerat kasus hukum di luar negeri. Tak sedikit juga yang menjadi korban karena ketidakpahaman hukum negara tujuan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Perlindungan Hukum Masuk Revisi UU PPTKLN
Hukumonline

Kasus-kasus hukum yang menimpak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri menunjukkan minimnya perlindungan yang diberikan pemerintah. Ada yang dituduh membunuh majikan seperti yang menimpa Wilfrida Soik, ada yang dituduh mencuri, atau melakukan tindak pidana lain berdasarkan hukum negara tempat buruh tinggal. Sayang, Bantuan hukum kepada para TKI itu belum maksimal.

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Heru Susetyo mengatakan perlindungan hukum menjadi penting dalam proses legislasi bidang ketenagakerjaan. Ia meminta agar DPR dan pemerintah memasukkan sebanyak mungkin materi perlindungan pekerja migran ke dalam peraturan perundang-undangan. Sebab, masih ada ruang yang belum tersentuh hukum. Heru memberi contoh tempat bekerja buruh migran masuk ranah privat sehingga sulit tersenuh hukum.

Ada juga kasus buruh tak mendapat informasi yang cukup tentang proses yang ia jalani. TKI bernama Ruyati pernah terancam hukuman mati di Arab Saudi karena minimnya informasi yang diketahui, plus lemahnya perlindungan yang diberikan pemerintah.

Heru menilai perhatian pemerintah Indonesia terhadap pekerja migran yang menghadapi kasus hukum di luar negeri masih kalah dibanding negara lain. Diplomasi menjadi salah satu yang bisa dimaksimalkan pemerintah.

Karena itu, Heru meminta revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKLN) memasukkan elemen-elemen perlindungan hukum. Revisi ini tampaknya akan diubah menjadi  UU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN), lazim juga disebut RUU TKI. Akomodasi terhadap elemen-elemen perlindungan itu juga sejalan dengan Ratifikasi Konvensi Perlindungan Pekerja Migran dan Keluarganya (1990) pada Mei tahun lalu.

Konvensi mengatur hak-hak pekerja migran atas perlindungan hukum baik dari pemerintah negara pengirim maupun negara penempatan. Misalnya, pekerja migran punya hak tidak ditangkap secara sewenang-wenang kecuali ada alasan dan sesuai prosedur hukum. Kemudian, hak agar kasusnya segera diproses di pengadilan dan ketika tidak terbukti bersalah harus cepat dibebaskan. Pekerja migran juga punya hak untuk mendapat alasan yang jelas atas tindakan penangkapan yang dilakukan. Tentu saja informasi itu disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti pekerja migran yang bersangkutan.

Ketika terjerat masalah hukum, sesuai Konvensi, pekerja migran punya hak agar kasusnya diberitahukan kepada perwakilan negara asal pekerja migran. Kemudian, ketika berperkara di pengadilan, pekerja migran punya hak mendapat penerjemah. Bahkan ketika terbukti menjadi korban salah tangkap, pekerja migran punya hak memperoleh kompensasi. “Pekerja migran punya hak yang sama dengan warga negara di negara penempatan,” kata Heru dalam diskusi yang digelar Serikat Pekerja Migrant Indonesia (Unimig) di Jakarta, Senin (18/11).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait