Notaris Dilarang Rangkap Jabatan PPAT
Berita

Notaris Dilarang Rangkap Jabatan PPAT

Tujuh notaris di Sulawesi Tenggara rangkap jabatan sebagai PPAT di luar tempat kedudukan notaris.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Ketua INI Adrian Djuaeni. Foto: RES
Ketua INI Adrian Djuaeni. Foto: RES
Dalam Rapat Pleno Pengurus Pusat yang Diperluas Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan ditemukan ada segudang masalah yang dihadapi notaris-notaris di daerah.

Beberapa masalah yang dilaporkan Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia ini mulai dari simpang siur informasi sidik jari, kesulitan akses internet, dan ada notaris banting harga karena ketatnya persaingan. Selain itu, permasalahan lain yang menarik perhatian adalah mengenai rangkap jabatan yang dilakukan notaris.

Rangkap jabatan yang dimaksud adalah notaris merangkap sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Rangkap jabatan terjadi karena ada perbedaan tempat kedudukan si notaris dengan jabatan PPAT-nya.

“Ada 7 notaris di Sulawesi Tenggara yang SK PPAT dan Notarisnya itu beda. Jadi, mereka punya dua kantor dan sudah punya tamu (klien, red),” lapor Asbar Imran, Perwakilan Pengurus Wilayah Sulawesi Tenggara dalam Rapat Pleno, Senin (24/3).

Menurut Asbar, hal ini telah melanggar ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). UUJN yang baru ini telah mengatur bahwa Notaris wajib memiliki satu kantor dan tempat kedudukan notaris yang juga sebagai PPAT wajib mengikuti tempat kedudukan notaris.

Ketua Umum INI Adrian Djuaini mengatakan aturan lama hanya melarang notaris merangkap jabatan sebagai PPAT yang berada di luar wilayah jabatan notarisnya. Sementara itu, Pasal 19 UUJN yang baru memang telah melarang notaris merangkap jabatan sebagai PPAT di luar tempat kedudukan si notaris itu sendiri. Sehingga, apabila notaris merangkap jabatan sebagai PPAT, tempat kerja PPAT harus sesuai dengan tempat kedudukan si notaris itu sendiri.

“Karena dia jadi PPAT karena dia notaris. Orang yang jadi PPAT belum tentu bisa jadi notaris. Jadi harus ngikutin tempat kedudukan kantor notarisnya,” ucap Adrian kepada hukumonline dalam kesempatan yang sama, Senin (24/3).

Pasal 19 UU Nomor 2 Tahun 2014 mengatur:
  1. Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
  2. Tempat kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib mengikuti tempat kedudukan Notaris.
  3. Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.

Aturan lama diatur dalam Pasal 17 huruf g, Notaris dilarang: merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris.

Adrian menambahkan persoalan ini tidak hanya dihadapi notaris di Sulawesi Tenggara. Tidak hanya tujuh notaris, tetapi banyak notaris yang merangkap jabatan sebagai PPAT di luar tempat kedudukan notarisnya. Bahkan, notaris yang merangkap sebagai PPAT ini lebih memilih menjadi PPAT ketimbang notaris. Hal ini tentu menjadi masalah yang krusial di mata Adrian. Sebab, UUJN juga telah mengatur notaris dilarang meninggalkan tempat kedudukannya secara berturut-turut. Apabila ingin meninggalkan tempat kedudukannya, notaris wajib mengajukan cuti atau izin ke Majelis Pengawas.

“Apabila yang diutamakan notaris, ya nggak papa. Tapi kalau notaris yang dinomorduakan, itu kan ga boleh,” tukasnya.

Menanggapi permasalahan ini, Adrian mengatakan bahwa persoalan ini sudah di luar kewenangan organisasi. Kewenangan dalam menyelesaikan permasalahan ini adalah milik Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM dengan Badan Pertanahan Nasional. Untuk itu, kewenangan organisasi hanya mengomunikasikan hal ini kepada kementerian.

“Ini sudah di luar wilayah kita. Kita hanya bisa menyampaikan saja ke kementerian dalam rangka menegakkan undang-undang,” lanjut Adrian.
Tags:

Berita Terkait