MA Diminta Segera Sikapi Putusan Praperadilan BG
Berita

MA Diminta Segera Sikapi Putusan Praperadilan BG

Dugaan pelanggaran kode etik dan substansi perkara bisa ditelusuri.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua MA Bagir Manan. Foto: RES
Mantan Ketua MA Bagir Manan. Foto: RES
Mantan Ketua MA Prof Bagir Manan mengatakan MA seharusnya segera menyikapi putusan praperadilan Komjen (Pol) Budi Gunawan (BG) yang menyatakan penetapan status tersangka BG tidak sah. Pemicunya, putusan praperadilan hakim Sarpin Rizaldi dinilai sebagian orang belum memenuhi kaidah hukum yang baik karena memutus di luar kewenangan yang sudah secara tegas ditentukan KUHAP.

“MA harus bersikap, tidak bisa MA membiarkan kasus praperadilan BG ini tanpa bermaksud mencampuri urusan hakim,” ujar Bagir Manan di gedung MA, Jum’at (20/2) kemarin.

Dia sepakat dengan pandangan mantan Ketua MA Harifin A Tumpa dan mantan Hakim Agung Djoko Sarwoko yang menilai hakim Sarpin telah melampaui kewenangannya dalam memutuskan penetapan BG sebagai tersangka korupsi oleh KPK tidak sah. Menurutnya, dalam penafsiran ilmu hukum, ada asas apabila suatu kaedah telah ditentukan pembentuk undang-undang secara limitatif, tidak boleh ditambahkan atau dilebih-lebihkan.

“Itu seperti hukum ‘besi’, kalau ada orang mencairkan besi itu, dia yang dibakar. Kalau hakim boleh menambah-nambah kehendak pembentuk undang-undang yang sudah limitatif itu, sedangkan pembentuk Undang-Undang ingin sekali membatasi ini,” kata dia.

Sekadar informasi, terobosan pengajuan kasasi terhadap putusan praperadilanpernah diputus oleh MA dalam kasus Newmont pada 2005.Awalnya, tersangka kasus Newmont mengajukan permohonan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka. Pemohon menilai yang berwenang menyidik kasusnya bukan penyidik Polri, melainkan PPNS.

Namun, upaya praperadilan itu kandas, sehingga si tersangka mengajukan kasasi. Meski Pasal 45A UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung melarang pemeriksaan kasasi atas putusan praperadilan. Faktanya, MA yang saat itu dipimpin Bagir Manan mengabulkan kasasi pemohon. Alhasil, Polri dianggap tidak berwenang menangani perkara pemohon.

Bagir mengingatkan sedari awal seharusnya MA memberi perhatian dan melarang hakim memperluas itu (objek praperadilan). Sebab, MA yang berfungsi membina dan mengawasi peradilan di bawahnya berkewajiban menjaga agar prinsip-prinsip hukum ditegakkan secara benar tanpa harus menunggu upaya hukum yang diajukan pihak yang tidak puas.

“Ini bukan berarti mencampuri independensi hakim, tetapi demi menjaga dan mengingatkan implikasi dari putusan seperti itu. Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran MA menganggap mencampuri dan memberi perhatian ke perkara itu, apalagi perkara ini memang menarik perhatian,” lanjutnya.

Terkait persoalan ini, dia berharap MA dapat membuat putusan secara jelas dan mendudukkan asas hukum secara benar disertai pemahaman hukum secara ilmiah apabila putusan praperadilan BG ini diajukan upaya hukum kasasi atau peninjauan kembali (PK). “Kalau putusannya baik semestinya diikuti peradilan di bawahnya meski bukan kewajiban, tetapi karena memang putusan itu baik.”

Menurutnya, mudah sekali menemukan kelemahan pada putusan praperadilan BG yang diputus hakim tunggal Sarpin Rizaldi ini. Pertama, Hakim Sarpin telah memperluas objek praperadilan yang hanya membatasi pada keabsahan prosedur penangkapan, penahanan, surat perintah penghentian penyidikan, dan surat perintah penghentian penuntutan.

Kedua, putusan praperadilan Sarpin diduga telah menerobos atau memasuki pokok perkara karena sudah menganalisis dan menyimpulkan unsur tindak pidana korupsi, definisi penegak hukum atau bukan penegak hukum, penyelenggara negara atau bukan terhadap jabatan BG.

“Gayus Tambunan kan cuma pegawai kelas berapa, ga ada urusan dengan itu. Korupsi ya tetap korupsi, penegak hukum atau bukan ya bukan urusan hakim praperadilan karena sudah masuk ke pokok perkara yang wewenang hakim pengadilan yang memutuskan itu,” kritiknya. “Tetapi, memang ada asas hukum yang mewajibkan menghormati putusan hakim.

Terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur berjanji akan menyikapi kontroversial putusan praperadilan BG baik dari sisi dugaan pelanggaran etiknya maupun dari sisi substansi perkaranya apabila diajukan upaya hukum ke MA. Meski begitu, bagaimanapun pihaknya tetap mengedepankan prinsip independensi hakim dalam memutus perkara.

“Tentunya, untuk menyikapi kasus ini, kita tetap mengedepankan prinsip independensi hakim. Artinya, putusan praperadilan BG tidak serta merta bisa di-cut (dibatalkan), Ketua MA sekalipun tidak bisa membatalkan putusan karena menghormati independensi hakim,” ujar Ridwan kepada hukumonline, Sabtu (21/2).

Menurutnya, pembatalan putusan praperadilan hanya bisa dibatalkan dengan putusan pengadilan yang lebih tinggi. “Namanya putusan pasti ada saja pihak yang tidak puas, tetapi silahkan saja kalau KPK akan mengajukan upaya hukum melalui pengadilan tingkat pertama, tentunya nantinya majelis MA yang akan menilai,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait