Mahkamah Partai Dulu, Pengadilan Kemudian
Mahkamah Partai:

Mahkamah Partai Dulu, Pengadilan Kemudian

Mahkamah Partai menjadi forum penyelesaian konflik internal parpol. Kekuatan putusannya bisa final dan mengikat, tetapi tetap terbuka peluang masuk pengadilan.

Oleh:
MYS/ASH/ADY
Bacaan 2 Menit
Menkumham Yasonna H. Laoly dan Direktur Tata Negara Ditjen AHU, T. Bana Sitepu, menyampaikan sikap Kementerian atas sengketa kepengurusan Partai Golkar, Selasa (10/3). Foto: RES
Menkumham Yasonna H. Laoly dan Direktur Tata Negara Ditjen AHU, T. Bana Sitepu, menyampaikan sikap Kementerian atas sengketa kepengurusan Partai Golkar, Selasa (10/3). Foto: RES
Punya sejarah panjang dalam perpolitikan Indonesia dan dikenal solid, Partai Golkar akhirnya terserang virus perpecahan pengurus partai. Partai berlambang beringin ini terpecah ke dalam dua kubu, dan saling mengklaim sebagai DPP Partai Golkar yang sah. Kubu Munas Bali dimotori Aburizal Bakrie (ARB) bertarung melawan kubu Munas Ancol yang dimotori Agung Laksono.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) punya nasib yang sama. Kubu Romahurmuzi versus kubu Suryadarma Ali/Djan Faridz. Pertarungannya sudah memasuki pengadilan. Golkar dan PPP sudah melewati mekanisme penyelesaian konflik secara internal, yakni melalui Mahkamah Partai. Pihak yang keberatan atas putusan Mahkamah Partai bisa mengajukan keberatan ke pengadilan negeri (PN).

Normatifnya, ada batas waktu 60 hari bagi PN Jakarta Barat untuk memutus gugatan baru yang diajukan DPP Partai Golkar versi Munas Bali. Gugatan baru sudah resmi didaftarkan setelah Mahkamah Partai Golkar menjatuhkan putusan. Sebelum ada putusan pengadilan, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, memberikan angin segar kepada kubu Munas Ancol untuk membentuk kepengurusan dengan mengakomodasi pengurus hasil Munas Bali.

Kasus Partai Golkar bukan perkara pertama partai politik yang masuk ke pengadilan. Sengketa kepengurusan memang bukan satu-satunya perselisihan parpol yang bisa dibawa ke pengadilan. Yang lain, misalnya, pergantian antarwaktu dan pemecatan pengurus daerah. Berdasarkan penelusuran hukumonline, tidak kurang dari 69 perkara perselisihan parpol yang putusannya dimuat dalam laman resmi Mahkamah Agung. Laporan Tahunan MA 2012 mencatat sepanjang tahun itu, MA menerima 41 perkara parpol, setara dengan 4,57 persen dari 897 perkara perdata khusus.

Tidak semua perselisihan internal partai harus berakhir di pengadilan. Jika Mahkamah Partai menjalankan tugas dengan baik, para pihak juga patuh, penyelesaian di sini bisa benar-benar final dan mengikat. Anwar Rahman, Ketua Lembaga Hukum dan HAM PKB, bercerita PKB memiliki Mahkamah Partai bernama Majelis Tahkim. Sejak 2008, Majelis Tahkim sudah menangani beragam perselisihan internal partai. Penyelesaiannya menggunakan hukum acara yang sudah dimiliki sendiri. Salah satunya tidak boleh pakai pengacara. “Harus yang bersangkutan semua hadir. Ini kan sifatnya internal,” kata Ketua Majelis Tahkim PKB ini kepada hukumonline.

Wajib lewat Mahkamah Partai
Dalam banyak putusan telah berkembang suatu yurisprudensi bahwa penyelesaian perselisihan partai politik harus diselesaikan lebih dahulu lewat Mahkamah Partai atau lembaga sejenis dengan nama lain. Salah satunya putusan MA No. 101K/Pdt.Sus-Parpol/2014, yakni perselisihan para pengurus PKNU di Jawa Timur. Perkara ini sampai ke Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung membatalkan putusan PN Bondowoso dan mengadili sendiri. Salah satu pertimbangan majelis kasasi adalah tidak digunakannya mekanisme Mahkamah Partai. “Terbukti penyelesaian melalui Mahkamah Partai politik belum dilaksanakan, maka sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (1) (UU Partai Politik –red) tidak dimungkinkan melakukan gugatan ke pengadilan,” begitu antara lain pertimbangan majelis. “Disebabkan belum ada putusan melalui Mahkamah Partai, maka gugatan tersebut adalah premature”. Argumen yang senada ditemukan dalam putusan-putusan lain.

Majelis hakim yang mengadili perselisihan partai politik harus melihat dulu apakah mekanisme Mahkamah Partai sudah ditempuh atau belum. Jika belum, hakim seharusnya menyatakan gugatan yang diajukan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, memperjelas lebih lanjut sikap pengadilan itu. “Penyelesaian sengketa parpol harus melalui Mahkamah Partai dulu. Kalau tidak tercapai (kata sepakat) baru ke pengadilan,” ujarnya kepada hukumonline.

Ia mengibaratkan putusan Mahkamah Partai seperti putusan arbitrase. Pihak yang tidak setuju dengan putusan arbitrase bisa mengajukan keberatan ke pengadilan negeri. Kalau tak puas juga dengan putusan pengadilan negeri, para pihak bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Final dan mengikat
Pasal 32 ayat (5) UU No. 2 Tahun 2011tentang Partai Politik secara eksplisit menyebutkan putusan Mahkamah Partai politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikatsecara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan. Pasal ini juga yang dipakai Menkumham Yasonna Laoly untuk menerima hasil Munas Ancol Partai Golkar.

Tetapi Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang yang sama memberikan peluang kepada para pihak untuk menyelesaikan persoalan partai ke pengadilan negeri. Dan inilah yang ditempuh pengurus Golkar hasil Munas Bali, juga oleh sejumlah pengurus partai.

Tetapi pengadilan negeri bukan satu-satunya ruang untuk menyelesaikan kasus parpol. Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, mengingatkan masih ada forum lain yakni Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). PTUN mengadili dan memutus gugatan atas keputusan Menteri Hukum dan HAM atas kepengurusan suatu partai.  Yang dikhawatirkan Refly adalah jika Menteri sudah mengesahkan kepengurusan tertentu padahal masih ada upaya keberatan ke pengadilan. “Sebaiknya, pengesahan menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.

Kapan putusan berkekuatan hukum tetap dicapai? Mengikuti prosedur yang ditetapkan UU Partai Politik, gugatan perkara partai di pengadilan negeri diselesaikan dalam waktu 60 hari sejak perkara terdaftar. Sedangkan kasasi di Mahkamah Agung diselesaikan paling lambat 30 hari sejak memori kasasi terdaftar di Kepaniteraan Mahkamah Agung. Artinya, dibutuhkan waktu lebih dari 90 hari.

Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, juga punya pandangan bahwa putusan final dan mengikat berarti mengikat internal partai. Artinya, putusan itu tidak bisa diajukan upaya hukum atau keberatan. Cuma, masalahnya, kata Suhadi, Pasal 33 UU Partai Politik masih memberi ruang kepada para pihak menuju pengadilan.

Jangan partisan
Kasus Partai Golkar seharusnya menjadi pelajaran penting bagi partai lain. Menurut professor riset LIPI, Siti Zuhro, tantangan bagi Mahkamah Partai adalah netralitas. Tanpa netralitas, sulit bagi majelis mengambil keputusan. Apalagi jika jumlah anggota Mahkamah Partai yang memutus genap seperti yang dialami Golkar. Aulia Rahman, anggota Mahkamah Partai Golkar, sudah bertugas sebagai Dubes di Ceko sehingga tak memberikan pendapat hukum.

Siti Zuhro yakin majelis Mahkamah Partai yang berpihak ke salah satu pengurus akan membuat putusan Mahkamah bersifat partisan. Karena itu ia berharap anggota MP tidak partisan. “Yang harus digarisbawahi ke depan, meletakkan orang di Mahkamah Partai itu dilarang keras partisan,” ujarnya kepada hukumonline. Kalau partisan, “apapun yang dihasilkan jadi ngambang, jauh dari final and binding”.

Agar tidak partisan, Refly mengusulkan partai politik membuka peluang bagi orang luar untuk menjadi anggota majelis Mahkamah Partai. Tetapi usul ini ditentang. Ainur Rofik, politisi PPP, menyebutkan Mahkamah Partai adalah mahkamah internal partai, sehingga anggotanya pun orang internal partai. Masalahnya, bagaimana jika anggota Mahkamah Partai juga ikut-ikutan ke dalam kubu pengurus yang pecah? Ujung-ujungnya, pengurus akan bertarung lewat pengadilan.
Tags:

Berita Terkait