Duo Bali Nine Uji UU MK dan UU Grasi
Berita

Duo Bali Nine Uji UU MK dan UU Grasi

Pengujian undang-undang ini bukan menunda pelaksanaan eksekusi mati gelombang kedua.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Duo Bali Nine Uji UU MK dan UU Grasi
Hukumonline
Anggota Duo Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan,  terpidana mati kasus narkotika, menempuh upaya hukum mengajukan uji materi tentang MK dan tentang Grasi terhadap UUD 1945. Selain Myuran dan Andrew, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Imparsial, serta tiga aktivis yakni, Rangga, Ambar, dan Lusi turut tercatat sebagai pemohon.       sebelumnya, WNA tidak bisa mengajukan uji materi,” ujar salah satu kuasa hukum para pemohon, Inneke Kusuma Dewi usai mendaftarkan pengujian UU ini di gedung MK, Kamis (09/4) kemarin.   Pasal 51 ayat (1) menyebutkan, Sementara Pasal 11 (1) UU Grasi menyebutkan, Ayat (2)-nya disebutkan    

Inne sendiri membantah tudingan bahwa  pengujian undang-undang ini untuk menghambat atau menunda proses pelaksanaan eksekusi mati gelombang kedua yang sudah direncanakan Kejaksaan Agung. Myuran dan Andrew termasuk yang terancam dieksekusi. Dia memahami kalau pengajuan permohonan ini tidak berpengaruh terhadap rencana pelaksanaan eksekusi terpidana mati.   

“Ini tidak bisa men-delay sih. Tetapi setidaknya dengan ini kita bisa memperjuangkan hak mereka yang masih mengganjal ini loh. Masih ada proses yang belum selesai di sini, bukan untuk mencari-cari alasan untuk menunda,” ujar Inneke memastikan.
UU No. 24 Tahun 2003UU No. 22 Tahun 2002

Mereka mempersoalkan salah satu pasal dalam UU MK dan UU Grasi terkait larangan Warga Negara Asing (WNA) menguji undang-undang Indonesia dan kriteria/pertimbangan presiden dalam pemberian grasi yang dinilai belum komprehensif. Secara khusus, para memohon ini memohon pengujian Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK dan Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Grasi.  

“Ada dua pasal yang diujikan, Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK dan Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Grasi. Intinya, kami mau mempertahankan hak terpidana, memperjuangkan hak mereka karena dalam putusan MK

“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia.”“Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.”“Keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau penolakan grasi.”

Selain itu, para pemohon mempertanyakan mekanisme pemberian grasi oleh presiden. “Kita masih mempertanyakan keputusan grasi itu. Masih ada kekosongan di situ. Makanya kita minta sejelas-jelasnya. Bagaimana mekanisme dan pertimbangan pemberian grasi oleh presiden,” ujar advokat dari Firma Hukum Lubis, Santosa, dan Maramis ini.

Dia melanjutkan putusan MK yang memberi penegasan larangan WNA mempersoalkan undang-undang Indonesia sebenarnya bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945. “UUD 1945 itu kan menyebutkan ‘setiap orang’ ya, tidak sebutkan orang itu siapa, sukunya apa, rasnya apa. Seharusnya setiap orang bisa kalau kita mengacu ke UUD,” kata dia.
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait