Pengusaha Minta Penundaan BPJS Kesehatan Hingga 2019
Utama

Pengusaha Minta Penundaan BPJS Kesehatan Hingga 2019

Permintaan itu sesuai roadmap yang disusun Dewan Jaminan Sosial Nasional. Kewajiban ganda asuransi akan memberatkan perusahaan dengan modal terbatas.

Oleh:
ADY THEA
Bacaan 2 Menit
Kepala Unit Pemasaran Kantor Cabang Prima BPJS Kesehatan, Rosalfia Yuliddin. Foto: RES
Kepala Unit Pemasaran Kantor Cabang Prima BPJS Kesehatan, Rosalfia Yuliddin. Foto: RES
Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Suryani Sidik Motik, mendukung program jaminan kesehatan yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Walaupun menilai program BPJS baik, pengusaha menilai implementasinya telat karena sudah banyak perusahaan yang menggunakan asuransi swasta untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan di perusahaannya. Bahkan, ada perusahaan yang mendirikan klinik atau mengelola jaminan kesehatannya sendiri.

Pola rujukan yang wajib dilakukan untuk mendapat pelayanan dalam program yang dilaksanakan BPJS Kesehatan, menurut Suryani, juga menyulitkan. Akibatnya, tidak sedikit pengusaha dan pekerja yang mengeluhkan program BPJS Kesehatan. Suryadi berharap pemerintah melakukan evaluasi untuk pembenahan untuk cegah dampak negatif lebih jauh. Sanksi administratif, misalnya, kini mengancam pengusaha yang tak menjalankan program jaminan itu.

“Ini harus segera dibenahi pemerintah. Industri sudah banyak yang mengeluh,” kata Suryani dalam seminar di kantor Apindo Training Center di Jakarta, Selasa (21/4).

Wakil Sekretaris Umum DPN Apindo, Iftida Yasar, menjelaskan anggota Apindo berkesempatan menunda aktivasi kepesertaan BPJS Kesehatan sampai 30 Juni 2015. Itu sesuai dengan MoU antara BPJS Kesehatan dan Apindo pada 22 Desember 2014. Penandatanganan MoU itu disaksikan oleh Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang.

Iftida mengatakan iuran yang wajib dibayar pengusaha dalam program BPJS baik Kesehatan dan Ketenagakerjaan memberatkan dunia usaha. Belum lagi berbagai macam jenis pajak yang harus ditanggung perusahaan. Tapi ia mengakui bagi perusahaan yang belum bekerjasama dengan asuransi kesehatan swasta untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan, maka ikut program BPJS Kesehatan menguntungkan.

Menurut Iftida, perusahaan yang sudah menggunakan asuransi kesehatan swasta akan membayar lagi untuk ikut program BPJS Kesehatan. Alhasil,  perusahaan membayar dua kali program jaminan kesehatan; asuransi kesehatan swasta dan BPJS Kesehatan.

Perusahaan dengan anggaran memadai mungkin tak menghadapi persoalan. Sebaliknya, asuransi ganda akan menjadi beban berat perusahaan yang anggarannya terbatas. Untuk itu, Iftida mengusulkan agar kewajiban perusahaan mendaftarkan pekerjanya ikut program BPJS Kesehatan ditunda sampai 2019. Ini sejalan dengan roadmap yang dibentuk DJSN. “Kami minta penundaan lagi sampai 2019,” ujarnya.

Kepala Unit Pemasaran Kantor Cabang Prima BPJS Kesehatan, Rosalfia Yuliddin, mengatakan penundaan kepesertaan perusahaan untuk ikut dalam program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan berdampak besar terhadap pemasukan BPJS Kesehatan. Padahal, uang yang diperoleh dari iuran yang dibayar peserta itu mempengaruhi kelancaran jalannya BPJS Kesehatan.

Rosalfia menghitung pendapatan yang gagal masuk ke kantor Cabang Prima BPJS Kesehatan akibat penundaan kepesertaan badan usaha itu sekitar Rp100 milyar. Jika MoU penundaan aktivasi untuk perusahaan itu tidak ada, ia yakin potensi dana iuran yang masuk ke BPJS Kesehatan dari badan usaha mencapai Rp1 triliun.
“Penundaan aktivasi dari badan usaha sebagaimana MoU BPJS Kesehatan dengan Apindo itu berdampak besar bagi BPJS Kesehatan,” tukasnya.
Tags:

Berita Terkait