Komposisi Dewan Pengawas BPJS Kebijakan Terbuka
Berita

Komposisi Dewan Pengawas BPJS Kebijakan Terbuka

Pemerintah berharap MK menyatakan permohonan ini ditolak atau setidaknya tidak dapat diterima.

ASH
Bacaan 2 Menit
Tri Tarayati, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal mewakili Pemerintah saat menyampaikan keterangan dalam sidang uji materi UU BPJS, Rabu (10/6). Foto: Humas MK
Tri Tarayati, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal mewakili Pemerintah saat menyampaikan keterangan dalam sidang uji materi UU BPJS, Rabu (10/6). Foto: Humas MK
Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji materi UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) yang dimohonkan empat pemerhati jaminan sosial, Yaslis Ilyas, Kasir Iskandar, Odang Muchtar, dan Dinna Wisnu. Sidang kali ini, Majelis mengagendakan keterangan Presiden dan DPR, tetapi DPR berhalangan hadir.

Dalam persidangan, Pemerintah yang diwakili oleh Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal Tri Tarayati menganggap ketentuan Pasal 21 UU BPJS yang menentukan adanya unsur dari pemerintah, pekerja, pemberi kerja dan tokoh masyarakat dalam Dewan Pengawas BPJS sebagai kebijakan terbuka pembentuk Undang-Undang untuk merumuskannya. Hal ini tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

“Ditentukannya ketiga unsur dalam Dewan Pengawas BPJS justru telah memberikan kepastian hukum sebagai penyaluran aspirasi kepada setiap unsur dalam penyelenggaran sistem jaminan sosial yang menjadi tanggung jawab negara,” ujar Tri Tarayati dalam persidangan yang diketuai Anwar Usman di Gedung MK, Rabu (10/6).

Dia menjelaskan sesuai Pasal 22 UU BPJS, Dewan Pengawasa bertugas mengawasi pengurusan BPJS oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi dalam penyelenggaraan program jaminan sosial. “Tugas dan fungsi Dewan Pengawas dalam rangka memastikan jalannya BPJS agar masyarakat mendapatkan manfaat, sehingga terpenuhinya hak jaminan sosial masyarakat yang telah diamanatkan pembukaan UUD 1945,” papar Tri.

Diterangkan Tri, pengawasan BPJS dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Dewan Pengawas sebagai pengawasan internal. Sementara Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebagai pengawasan eksternal.

Menurut Pemerintah, permohonan ini tak beralasan karena keinginan Pemohon untuk berpartisipasi menjadi anggota Dewan Pengawas pun tidak dihalang-halangi dengan berlakunya sejumlah ketentuan yang mengatur Dewan Pengawas BPJS Kesehatan ini. Sebab, Pemohon diberikan kesempatan melalui rekrutmen secara terbuka dengan kualifikasi yang diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 27 UU BPJS. “Jadi, kita minta MK menyatakan permohonan ini ditolak atau setidaknya tidak dapat diterima,” harapnya.

Sebelumnya, Pemohon memohon pengujian Pasal 21 ayat (2) beserta Penjelasannya, Pasal 25 ayat (1) huruf f, Pasal 41 ayat (2), Pasal 42, dan Pasal 43 ayat (2) UU BPJS terkait komposisi Dewan Pengawas BPJS dan pemisahan aset BPJS dengan aset dana jaminan sosial.

Misalnya, Pasal 21 ayat (2) UU BPJS beserta penjelasannya membuka ruang terpilihnya  Dewan  Pengawas BPJS dinilai tidak  sesuai  dengan  kehendak rakyat karena ada dua  unsur  pemerintah. Hal ini bisa menimbulkan ketidakindependenan pengawasan  yang  dilakukannya.

Selain itu, Pemohon menilai berdasarkan ketentuan tersebut, yang dapat menduduki jabatan dalam jajaran Dewan Pengawas BPJS Kesehatan hanya yang tergabung dalam jajaran pemerintahan, jajaran pemberi kerja, pekerja, dan tokoh masyarakat yang sulit ditentukan kriterianya.

Pemohon juga menggugat ketentuan batasan usia Dewan Pengawas BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 25 ayat (1) huruf f UU BPJS yang dinilai telah menghambat kinerja BPJS Kesehatan. Seharusnya, didasarkan pada kriteria yang diukur dari jenjang pendidikan formal dan didasarkan pada kompetensinya.

Soal pemisahan aset. menurutnya tidak diperlukan karena pemisahan aset dalam hal penggunaan dan pemanfaatannya telah menimbulkan konflik kepentingan. Pemisahan aset tersebut menjadikan direksi BPJS akan merasa aset BPJS sebagai miliknya. Padahal sebagai badan hukum publik, aset pemerintah dan tidak boleh dipisahkan karena merupakan aset rakyat. Karena itu, Pemohon meminta MK untuk menghapus pasal-pasal itu.
Tags:

Berita Terkait