MA Tetapkan Kriteria Perkara Small Claim Court
Berita

MA Tetapkan Kriteria Perkara Small Claim Court

Small claim court ditangani oleh hakim tunggal.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES
Sekira tahun 2013, pihak Mahkamah Agung (MA) melontarkan wacana tentang akan diterbitkan peraturan tentang tata cara penyelesaian perkara gugatan sederhana atau small claim court. Kala itu, melalui Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur, MA menyatakan peraturan dimaksud akan berlaku tahun 2014.

Dua tahun berselang, ternyata peraturan tentang tata cara penyelesaian perkara gugatan sederhana baru terbit. Diunduh dari laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum MA, sjdih.mahkamahagung.go.id, peraturan itu diberi nomor dan titel Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (PERMA 2/2015).

Tertulis di dokumen, PERMA 2/2015 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2015 oleh Ketua MA Muhammad Hatta Ali. Lalu, pada tanggal yang sama PERMA 2/2015 diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.

Terdiri dari 33 Pasal dan 9 Bab, PERMA 2/2015 mendefinisikan small claim court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp200 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.

Lebih lanjut, PERMA 2/2015 menetapkan kriteria perkara yang diselesaikan dengan mekanisme small claim court adalah perkara cidera janji (wanprestasi) dan atau perbuatan melawan hukum (PMH). PERMA 2/2015 juga mensyaratkan bahwa pihak-pihak penggugat dan tergugat tidak boleh lebih dari satu, kecuali kepentingan hukum yang sama.

Baik penggugat maupun tergugat diwajibkan hadir secara langsung dalam persidangan dengan atau tanpa kuasa hukum. Small claim court tidak dapat diterapkan untuk perkara yang tergugatnya tidak diketahui tempat tinggalnya. Persidangan small claim court dipimpin oleh hakim tunggal.

PERMA 2/2015 menyebut dua jenis perkara yang tidak bisa diselesaikan dalam small claim court. Pertama, perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kedua, perkara sengketa hak atas tanah.   

Terkait jangka waktu, PERMA 2/2015 menetapkan bahwa small claim court berlangsung paling lama 25 hari sejak hari pertama. Dengan jangka waktu yang begitu singkat, PERMA ‘melarang’ para pihak untuk mengajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan.

Tahapan-tahapannya adalah pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan berkas, penetapan hakim dan penunjukkan panitera, pemeriksaan pendahuluan, penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak, pemeriksaan sidang dan perdamaian, pembuktian, dan putusan.

Merujuk pada isi PERMA 2/2015, maka pemeriksaan pendahuluan menjadi tahapan paling krusial karena di tahap ini, hakim berwenang menilai dan kemudian menentukan apakah perkara tersebut adalah gugatan sederhana.

Apabila hakim berpendapat bahwa perkara bukanlah gugatan sederhana, maka dikeluarkan penetapan yang artinya small claim court tidak berlanjut. Atas penetapan hakim ini, tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun.   

Satu hal yang menarik dalam PERMA 2/2015 adalah kewajiban bagi hakim untuk berperan aktif dalam bentuk memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak; mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan; menuntun para pihak dalam pembuktian; dan menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.  

Terkait putusan akhir small claim court, PERMA 2/2015 mengatur bahwa para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat tujuh hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Putusan majelis hakim atas keberatan adalah putusan akhir sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Tags:

Berita Terkait