Fenomena Munculnya Firma Hukum Konstitusi
Lawyer Pilkada 2015:

Fenomena Munculnya Firma Hukum Konstitusi

Firma hukum berlabel konstitusi masih didominasi orang-orang yang sudah lama bersentuhan dengan isu konstitusi.

Oleh:
AGUS SAHBANI/ADY THEA
Bacaan 2 Menit
Refly Harun (kiri) dan Irmanputra Sidin (kanan). Foto: RZK
Refly Harun (kiri) dan Irmanputra Sidin (kanan). Foto: RZK
Sebagian orang di kalangan profesi hukum memandang praktik litigasi di Mahkamah Konstitusi (MK) bukanlah lahan “basah” mengais rejeki. Seolah-olah beracara di MK berbeda dari praktik litigasi di pengadilan pada umumnya. Namun, kini pandangan seperti itu harus dibuang jauh-jauh. Sidang-sidang di MK, terutama sengketa hasil pilkada, terus menarik perhatian kalangan pengacara. Saat sidang sengketa hasil pilkada 2015 saja, ratusan pengacara terlibat dan lebih dari 1.040 kuasa diberikan kepada para advokat.

Salah satu fenomena yang menarik untuk dilihat adalah munculnya firma-firma hukum yang menggunakan label konstitusi. Sebutlah sebagai Firma Hukum Konstitusi.

Beberapa firma hukum berlabel konstitusi ikut meramaikan advokasi perkara sengketa hasil pilkada 2015 di Mahkamah Konstitusi. Misalnya, dalam perkara pilkada Buton (No. 94/PHP.BUP-XIV/2016), tertera firma hukum Postulat sebagai kuasa hukum. Postulat adalah singkatan dari Political & Constitutional Law Consulting. Beralamat di kawasan Cikini Jakarta Pusat, Postulat diawaki antara lain Didi Supriyanto, R. Imam Nasef, R.A. Shanti Dewi, dan Erlanda Juliansyah. Nama keempat pengacara itulah yang mendapat kuasa.

Ajang sidang sengketa hasil Pilkada yang tengah berlangsung nampaknya menjadi berkah tersendiri bagi sejumlah firma hukum (law firm) yang mengklaim memiliki spesialisasi menangani perkara-perkara konstitusi. Sehingga, keberadaan sejumlah firma-firma hukum semakin eksis dalam setiap penanganan perkara di MK.

Misalnya, dari 80-an lebih firma hukum yang bersengketa pilkada, ada sejumlah firma hukum yang mengklaim spesialisasi perkara konstitusional tengah menangani sejumlah perkara sengketa pilkada. Sebut saja, Constitutional Law Office Sidin Constitution dan Constitutional Law Office Refly Harun & Partners.

Di luar dua firma hukum yang disebut terakhir, masih ada sejumlah firma hukum yang selama ini berkiprah dalam sidang-sidang di Mahkamah Konstitusi melalui para pengacaranya. Sekadar contoh adalah Ihza & Ihza Law Firm, Heru Widodo Law Office, Zidny-Andi (ZIA) & Partners Law Firm, Sholeh & Partners, Alfonso & Partners, Muhammad Asrun & Partners (MAP) Law Firm.

Sengketa pilkada bukan satu-satunya arena buat Firma Hukum Konstitusi. Ada juga pengujian Undang-Undang, sengketa kewenangan antarlembaga, dan perselisihan hasil pemilihan umum (legislatif) termasuk perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada).

Pendiri Constitutional Law Office Sidin Constitution, Andi Irmanputra Sidin mengaku baru mendirikan firma hukum berbasis konstitusi pada 21 April 2015 lalu. Beralamat di kawasan Cideng Timur Jakarta Pusat, Sidin Constitution bertekad menjadi penyelenggara jasa konsultasi hukum dengan spesialisasi konstitusi. “Kita memiliki partner sebanyak 7 orang yang terdiri dari konsultan dan advokat,” kata Irman saat dihubungi hukumonline, Rabu (20/1).

Mantan Asisten Hakim MK periode 2004-207 ini menilai munculnya sejumlah firma hukum merupakan hal positif dalam perkembangan hukum ketatanegaraan Indonesia. “Tidak ada masalah, itu bagus. Yang terpenting, firma hukum konstitusi itu harus mendalami ilmu konstitusi. Tidak asal mengajukan perkara di MK tanpa ada kajian konstitusi yang rasional. Intinya, dalami ilmu konstitusi,” pesannya.

Dia mengaku ajang sengketa pilkada kali ini hanya menangani beberapa perkara di provinsi Sulawesi sebagai pemohon. “Perkara sengketa pilkada yang kita tangani tidak banyak. Kita selektif hanya perkara yang potensi bisa dikabulkan MK,” ujar pria yang dikenal sebagai pengamat hukum tata negara ini.

Refly Harun, pendiri Constitutional Law Office Refly Harun & Partners, juga mengaku baru mendirikan firma hukumnya dua minggu sebelum ajang pelaksanaan pilkada serentak. Sebelumnya, firma hukumnya bernama Harpa Law Firm yang didirikan sejak 2009. “Cuma saya tidak terlalu aktif di Harpa Law Firm itu. Ada sengketa pilkada orang banyak mengenal nama saya kan, makanya ganti nama,” katanya.

Refly Harun & Partnersyang beralamat di Jalan Musyawarah Kebon Jeruk Jakarta Barat ini memiliki sembilan partners yang terdiri konsultan hukum dan advokat. “Yang berprofesi sebagai advokat ada 5 orang dan 4 konsultan hukum termasuk saya sebagai konsultan,” kata dia.

Refly memandang munculnya firma hukum berlabel konstitusi sesuatu yang bagus. “Kalau dibilang firma hukum konstitusi lebih menjanjikan ketimbang firma hukum pada umumnya juga tidak. Artinya, kalau sesuatu diarahkan khusus hasilnya jauh lebih baik,” ujar pria yang pernah bekerja sebagai Asisten Hakim MK periode 2003-2007 ini.

Dia mengaku mendapat kuasa dari sejumlah pasangan kepala daerah baik sebagai pemohon maupun pihak terkait (pemenang pilkada). “Berkedudukan sebagai pemohon ada dua perkara, sebagai pihak terkait empat perkara, dan sebagai termohon satu perkara,” katanya.

Hal senada disampaikan pendiri firma hukum Heru Widodo Law Office (HWL), Heru Widodo. Heru menilai bermunculan sejumlah firma hukum spesialisasi konstitusi sebagai hal yang positif. Dengan catatan, kantor firma hukum yang bersangkutan tetap menjunjung tinggi etika.

“Saya pikir ini hal yang positif. Nantinya, kualitas firma hukum konstitusi akan terseleksi alam. Kalau firma hukum konstitusi yang tidak berkualitas otomatis gugur dengan sendirinya. Kalau litigasi beracara di MK berkualitas tentunya akan bertahan,” kata Heru Widodo.

Kantor HWL yang didirikan sejak 2007 ini beralamat di Menteng Square Tower A, Jakarta Pusat. Heru mengklaim HWL adalah firma hukum litigasi yang memiliki spesialisasi menangani perkara-perkara konstitusi, seperti pengujian Undang-Undang (UU), sengketa pemilu legislatif/pilpres, sengketa pilkada selain perkara pidana dan perdata.

“Kita juga punya pengalaman menjadi tim kuasa hukum Prabowo Subianto dalam sengketa Pilpres 2014 lalu. Kekuatan kita lebih banyak litigasi (beracara) di MK, tetapi kita juga menangani perkara-perkara pidana dan perdata,” katanya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni, mengatakan pilihan terhadap kuasa hukum dari orang-orang yang sudah lazim beracara di MK adalah sesuatu yang lumrah. Ia percaya semakin lama semakin kuat sisi hukum penanganan sengketa baik pemilu nasional maupun pilkada. Kuncinya adalah kemampuan para pengacara dari firma hukum konstitusi untuk beradu argumentasi. Beracara di MK itu adu argumentasi, adu keilmuan, dan pengetahuan yang berkaitan dengan kepemiluan dan konstitusi,” kata Titi kepada hukumonline.

Tags:

Berita Terkait