DPR Bentuk Panja Pengupahan
Berita

DPR Bentuk Panja Pengupahan

Untuk mencari solusi atas polemik PP Pengupahan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah. Foto: SGP
Aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah. Foto: SGP

Polemik Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan direspon Komisi IX DPR dengan membentuk panitia kerja (Panja). Langkah ini ditempuh DPR setelah menerima banyak keluhan dari kalangan pekerja. Kalangan pekerja juga sudah menempuh langkah hukum atas PP Pengupahan ini melalui hak uji materiil.

Ketua Komisi IX, Dede Yusuf Macan Effendi, mengatakan Panja akan mengundang para pemangku kepentingan seperti pemerintah, serikat pekerja, asosiasi pengusaha dan pakar. Dengan melibatkan pemangku kepentingan diharapkan Panja Pengupahan bisa mencari solusi guna mengatasi polemik yang muncul di masyarakat pasca penerbitan PP Pengupahan.

“Hasil Panja nanti berupa rekomendasi yang akan disampaikan kepada Pemerintah. Misalnya, merekeomendasikan Pemerintah untuk merevisi, mencabut atau tetap melanjutkan implementasi PP Pengupahan,” katanya kepada wartawan usai Rapat Dengar Pendapat Komisi IX dengan perwakilan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten di Senayan Jakarta, Selasa (16/2).

Dede mengatakan ada yang menganggap PP Pengupahan berhasil memberi kepastian berusaha dan investasi. Namun, ada catatan yang perlu dicermati seperti variabel kenaikan upah minimum yang salah satunya menghitung pertumbuhan ekonomi nasional. Padahal, pertumbuhan ekonomi setiap daerah berbeda-beda.

PP Pengupahan mematok kenaikan upah minimum tiap tahun lewat formula yang menggunakan variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Dede formula itu ditetapkan oleh pemerintah secara tergesa-gesa dengan dalih menyelamatkan investasi. Oleh karenanya lewat Panja Pengupahan DPR akan mengevaluasi PP Pengupahan. Untuk saat ini Panja akan bekerja selama dua kali masa sidang.

Anggota Panja dari Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago, menilai PP Pengupahan melanggar Pasal 88 dan 89 UU Ketenagakerjaan. Penetapan upah minimum seharusnya berdasarkan kebutuhan hidup yang layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Ia meniai PP Pengupahan mengebiri fungsi Dewan Pengupahan dalam merekomendasikan penetapan upah minimum. “PP Pengupahan ini memang amanat UU Ketenagakerjaan, tapi Pemerintah jangan membuat ketentuan dalam PP Pengupahan yang melanggar UU,” tegasnya.

Perwakilan Depenas sekaligus staf ahli Menteri Ketenagakerjaan, Irianto Simbolon, berpendapat PP Pengupahan tidak melanggar UU Ketenagakerjaan. Formula yang digunakan PP Pengupahan dalam menetapkan upah minimum juga memperhatikan KHL yang terakomodasi dalam variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Formula itu digunakan dengan tujuan agar penghitungan kenaikan upah minimum bisa dilakukan lewat cara yang sederhana. “Dengan formula itu besaran kenaikan upah minimum menjadi lebih besar daripada hanya menggunakan variabel KHL,” ujar Irianto.

Selain itu Irianto menjelaskan saat ini Depenas sedang menghimpun masukan dari berbagai pihak untuk menyusun rancangan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan sebagaimana amanat PP Pengupahan. Permenaker itu akan mengatur tentang tunjangan hari raya (THR), uang service, struktur dan skala upah. Ia berharap Panja Pengupahan bisa memberi masukan terhadap rancangan Permenaker itu.

Tags:

Berita Terkait