Disetujui Jadi UU, Ini Hal yang Diatur dalam UU Pilkada Baru
Utama

Disetujui Jadi UU, Ini Hal yang Diatur dalam UU Pilkada Baru

Penggunaan KTP Elektronik sebagai syarat wajib dukungan calon perseorangan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Rampung sudah pembahasan Revisi Undang-Undang No.8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pemilihan Kepala Daerah-Pilkada-). DPR sepakat menyetujui RUU tersebut menjadi UU melalui rapat paripurna di Gedung DPR, Kamis (2/6). Dalam UU Pilkada yang baru ini, terdapat dua hal yang baru diatur, antara lain penggunaan KTP elektronik sebagai syarat dalam pemberian dukungan terhadap calon perseorangan.

“Penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik sebagai syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih,” ujar Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman.

Menurutnya, penggunaan KTP elektronik dalam pemilihan kepala daerah, pemerintah dan Komisi II telah menyepakati sebagai persyaratan dukungan calon perseorangan. Tak hanya itu, penggunaan KTP elektronik sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih menggunakan hak suaranya sejak Januari 2019.

Dengan begitu, peruntukan Pilkada 2017 hingga akhir 2018 masih dapat diperbolehkan menggunakan surat keterangan yang diterbitkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil. Setidaknya, surat tersebut menjelaskan bahwa penduduk tersebut berdomisili di wilayah administratif yang sedang menyelenggarakan pemilihan.

“Kondisi peralihan untuk penggunaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik sepenuhnya yang mulai berlaku sejak Januari 2019 ini diatur lebih lanjut dalam aturan peralihan,” ujarnya.

Aturan tersebut dinormakan dalam Pasal 41 ayat (3) yang menyatakan, “Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi KTP elektronik atau  surat keterangan yang diterbitkan  oleh dinas kependudukan dan catatan sipil yang menerangkan bahwa penduduk tersebut berdomisili di wilayah administratif yang sedang menyelenggarakan  pemilihan paling singkat 1 tahun dan tercantum dalam DPT Pemilihan Umum sebelumnya d provinsi atau kabupaten/kota dimaksud”.

Hal lainnya mengatur lengkap tindak pidana menjanjikan dan/atau memberikan uang mau pun materi lainnya dalam rangka mempengaruhi penyelenggara dan pemilih. Menurutnya, pemerintah dan DPR menyepakati unsur memberikan uang dan materi lainnya dapat dikenakan pidana penjara dan/atau denda.

“Jika calon melakukan tindak pidana semacam ini, maka dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon,” katanya.

Peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun diperkuat kewenangannya, antara lain Bawaslu menerima, memeriksa dan memutus terkait tindak pidana menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada penyelenggara maupun pemilih. Menurutnya, upaya hukum tersebut dimulai dari Bawaslu tingkat provinsi hingga ke tingkat Mahkamah Agung.

Sedangkan bila terjadi pelanggaran berupa politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif dikenakan sanksi admnistratif. Yakni berupa pembatalan sebagai pasangan calon dengan tidak menggugurkan proses pidana. Kemudian, terkait dengan sanksi administrasi calon tersebut diberikan wewenang kepada Bawaslu provinsi.

“Untuk menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran pemilihan, yang kemudian ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dalam Surat Keputusan berupa sanksi pembatalan pasangan calon, yang dapat dilakukan upaya hukum ke Mahkamah Agung yang putusannya bersifat final dan mengikat,” ujarnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumulo dalam paparannya berpendapat, ada tiga hal penting dalam UU Pilkada terbaru. Pertama, DPR dan pemerintah telah menyempurnakan beberapa ketentuan dalam UU No.8 Tahun 2015 yang bersifat multitafsir. Oleh karena itu, diperlukan penyempurnaan agar tidak menimbulkan kesulitan bagi penyelenggara Pilkada.

Kedua, merumuskan ketentuan baru daam mengatasi dan mengantisipapsi munculnya permasalahan baru dalam penyelenggaraan Pilkada di periode berikutnya. Ketiga, DPR dan pemerintah memasukan putusan MK terkait penyelenggaraan Pilkada. “Dan kita pahami putusan MK bersifat final dan mengikat kita semuanya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait