Belum Jelas, Hukuman Mati di RKUHP Masuk Pidana Pokok atau Alternatif
Berita

Belum Jelas, Hukuman Mati di RKUHP Masuk Pidana Pokok atau Alternatif

Ketidakjelasan akan penempatan hukuman mati akan berdampak terhadap penegak hukum dalam melaksanakan aturan pidana.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukuman Pidana (RKUHP) di tingkat Panja terus berlangsung. Keberadaan hukuman mati masih menuai perdebatan panjang. Posisi hukuman mati memang masih ditimbang masuk dalam pidana pokok atau pidana alternatif. Ketidakjelasan itulah yang membuat hukuman mati dalam RKUHP dianggap ‘banci’.

“Dalam RKUHP hukuman mati, hukuman banci tidak jelas. Makanya kita minta pemerintah di mana (pidana) pokok atau (pidana) tambahan,” ujar Ketua Panja RKUHP, Benny K Harman, di Gedung DPR, Senin (25/7).

Pemerintah sebagai penyusun draf RKUHP mencantumkan hukum mati dalam pidana pokok dan tambahan. Oleh sebab itu, pemerintah mesti merumuskan dengan tepat dan tegas. Ketidakjelasan akan penempatan hukuman mati akan berdampak terhadap penegak hukum dalam melaksanakan aturan pidana.

Pemerintah jangan hanya ingin dianggap tegas, namun mengabaikan nilai kemanusiaan. Ketidakjelasan aturan pun berdampak pada sisi hak asasi manusia. Ketegasan itulah sebagai prinsip terhadap kemanusiaan. Ia meminta agar presiden melalui para pembantunya melakukan evaluasi terhadap proses hukuman mati.

Wakil Ketua Komisi III itu berpandangan, hukuman mati dinilai tidak berjalan efektif dalam memberantas kejahatan. Sekalipun tetap diterapkan melalui RKUHP, nantinya mesti dilakukan secara selektif terhadap kejahatan tertentu. Misalnya terorisme, narkotika serta kejahatan kemanusiaan lainnya.

“Kami lebih cenderung untuk mengkaji kembali sanksi hukuman mati dalam sistem pidana nasional apakah hukuman mati efektif dalam memberantas kejahatan, apakah inline dalam nilai fundamental Pancasila dan HAM. Dalam Pancasila kehidupan manusia tidak diberikan negara, tapi oleh tuhan. Kalau begitu tuhan yang beri nyawa kita mencabutnya,” ujar politikus Demokrat itu.

Anggota Panja RKUHP Sarifuddin Sudding mengatakan, hukuman mati masih diperlukan dalam situasi dan kondisi negara kekinian dengan pertimbangan kejahatan yang kian ironi. Menurutnya, penerapan hukuman mati idealnya diberlakukan terhadap kejahatan luar biasa. “Khususnya gembong-gembong narkoba, teroris,” ujarnya.

Soal kemudian hukuman mati masuk pidana pokok atau alternatif, Sudding mengatakan masih dalam perdebatan sengit di Panja RKUHP. Namun pembahasan terkahir, sejumlah anggota Panja dari berbagai fraksi masih tetap pada pendiriannya yakni masuk dalam pidana pokok. Pemerintah diminta tegas dalam melakukan eksekusi terhadap narapidana yang telah divonis hukuman mati dan berkekuatan hukuman tetap.

“Ini masalah kedaulatan hukum kita. Artinya ketika pegadilan sudah menjatuhkan hukuman atau vonis hukuman mati terhadap yang bersangkutan, dan itu harus dilaksanakan. Ini masalah eksistensi dan kredibilitas pengadilan kita,” ujar anggota Komisi III itu.

Ketua DPR Ade Komarudin berpandangan, hukuman mati mesti dipatuhi dan dijalankan. Pasalnya, hukuman mati kini masih diterapkan dalam sistem hukum positif. Masyarakat pun mesti waspada agar tidak melakukan kejahatan apa pun. “Bayangkan saja, diberikan hukuman mati saja masih merajalela, hukuman apalagi yang harus kita berikan di dalam KUHP,” ujarnya.

Tak bisa Moratorium
Penerapan hukuman mati pada praktiknya memang mendapat tentangan dari sebagian kalangan pegiat HAM. Desakan agar pelaksanaan hukuman mati dimoratorium mendapat tentangan dari kalangan yang mendukung hukuman mati. “Saya kira tidak bisa, saya kira hukuman mati masih berlaku,” ujar Sudding.

Menurut Sudding, sepanjang hukuman mati masih diatur dalam sistem hukum positif, maka hukuman mati tak dapat dimoratorium. “Jadi saya kira tidak bisa dimoratorium. Bahwa kemudian ada dinamika bagaimana hukuman mati di drop, itu kita lihat di pembahasan RKUHP dan itu hal biasa,” ujarnya.

Ade Komarudin menambahkan perumusan hukuman mati dalam RKUHP menjadi pekerjaan rumah Komisi III melalui Panja RKUHP. Ia berharap sebelum berakhir masa periode DPR periode 2014-2019 pembahasan RKUHP dapat rampung. “Kita punya pekerjaan merevisi KUHAP yang setebal itu akan segera terselesaikan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait