Sopir Ungkap Kedekatan Majikannya dengan Pejabat Negara
Berita

Sopir Ungkap Kedekatan Majikannya dengan Pejabat Negara

Berdasarkan berita acara pemeriksaan saksi pada 21 April 2016, hingga kini sang sopir tidak diketahui keberadaannya.

ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Doddy merupakan terdakwa untuk kasus suap Panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Doddy merupakan terdakwa untuk kasus suap Panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Sidang dengan terdakwa Doddy Aryanto Supeno kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/8). Doddy merupakan pegawai PT Artha Pratama Anugerah yang didakwa menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp150 juta untuk menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Kwang Yang Motor Co.Ltd (PT Kymco) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) dan PT First Media.

Sidang seharusnya menghadirkan sopir Doddy yang bernama Darmadji. Namun, penuntut umum KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, hingga kini Darmadji tidak diketahui keberadaannya. Atas dasar itu, penuntut umum hanya membacakan keterangan Darmadji saat diperiksa KPK di tingkat penyidikan.

"Kami akan bacakan keterangan Darmadji, supir terdakwa yang sudah empat kali dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan dan saat ini tidak diketahui keberadaannya," kata Fitroh. (Baca Juga: Misteri Orang Dekat Nurhadi: Disembunyikan dan Tak Lagi Berkantor di MA)

Pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pertama pada 21 April 2016, lanjut Fitroh, poin ke-5 ditanyakan kepada Darmadji mengenai Doddy. Saat itu, Darmadji mengaku kenal dengan Doddy sebagai majikannya. Doddy sendiri bekerja sebagai asisten Eddy Sindoro, petinggi di Lippo Group.

Doddy merupakan orang kepercayaan Eddy Sindoro dan sering menemui berbagai pejabat negara antara lain, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan beberapa nama lain mulai dari menteri hingga kepala sebuah lembaga negara. Bahkan, pada BAP nomor 14, Darmadji mengaku sering mengirimkan barang yang diduga merupakan uang kepada Nurhadi. (Baca Juga: Memo untuk “Sang Promotor” Benang Merah Nurhadi dan Lippo Group)

"Sejak 2015 saya ingin melaporkan ke KPK terkait dengan seringnya saudara Doddy mengirimkan barang yang saya duga berupa uang ke rumah Nurhadi yang saat itu saya ketahui Nurhadi adalah Sekretaris MA, pengiriman itu (terkait) resepsi pernikahan anaknya," tambah jaksa Fitroh.

Sedangkan mengenai Nurhadi, Darmadji mengaku Nurhadi biasa dipanggil sebagai "Pak WU" atau "Pak En". Hal ini diketahuinya dari Doddy atau Royani, sopir Nurhadi maupun saat berada di rumah Nurhadi. Darmadji juga mengakui bahwa pernah mengantarkan Doddy sebanyak tiga kali yaitu 26 Oktober, 18 Desember dan 20 April ke hotel Acacia dengan Doddy membawa paper bag dan amplop cokelat. Pada dakwaan jaksa, 18 Desember 2015 Doddy memberikan uang Rp100 juta dan pada 20 April 2016 menyerahkan Rp50 juta.

“Kemudian pada 20 April 2016 juga mengantar ke hotel Acacia. Sampai di sana saya keluar dari mobil, Doddy tetap di mobil lalu ada mobil datang dan Doddy menghampiri orang di mobil CRV lalu banyak orang menghampiri mobil CRV itu dan saya datangi orang yang berkerumun dan ternyata itu adalah petugas KPK," ungkap jaksa Fitroh.

Atas kesaksian tersebut, Doddy hanya membantah sebagian. "Tidak benar saya orang kepercayaan Eddy Sindoro dan menyerahkan uang ke Pak Nurhadi," kata Doddy menanggapi BAP yang dibacakan itu.

"Tidak pernah mengantar koper ke Nurhadi?" tanya ketua majelis hakim Sumpeno. "Tidak benar," jawab Doddy. (Baca Juga: Panitera PN Jakpus Terima Uang Percepat Pengiriman Berkas PK ke MA)

Doddy bahkan mengaku bahwa paper bag yang ia serahkan adalah untuk makanan anak Edy Nasution. "Paper bag itu isi makanan untuk anak Edy Nasution, betul diantarkan Darmadji tapi isinya makanan saya karena anaknya Pak Edy Nasution mau makan di Siloam," ungkap Doddy.

Sedangkan mengenai amplop folio cokelat menurut Doddy mengenai berkas kelengkapan anak Edy Nasution yang ingin magang di RS Siloam. "Mengenai Pak WU dan Pak En saya itu tidak tahu kalau folio itu sebenarnya map karena ada kekurangan berkas, saya tidak pernah bawa tas kecil. Kalau ada tas kecil isinya power bank dan lainnya," jawab Doddy beralasan.

Doddy dalam perkara ini didakwa berdasarkan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Tags:

Berita Terkait