Bambang Widjojanto: Kekuatan Sakaratul Maut Mengancam Eksistensi KPK
Berita

Bambang Widjojanto: Kekuatan Sakaratul Maut Mengancam Eksistensi KPK

Apa yang dikemukakan buku “Jangan Bunuh KPK” bisa dikembangkan lebih jauh, seperti ada 3 jenis cara untuk menyerang KPK.

Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Buku berjudul
Buku berjudul "Jangan Bunuh KPK" karangan Denny Indrayana. Foto: YOZ
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, meluncurkan buku baru yang berjudul “Jangan Bunuh KPK”. Peluncuran buku itu dilakukan di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia Jentera, Rabu (28/9). Acara peluncuran buku itu turut menghadirkan nara sumber, salah satunya pegiat antikorupsi yang juga mantan pimpinan KPK, Bambang Widjojanto.

Menurut Bambang, nasib KPK bisa dimungkinkan bernasib sama dengan lembaga anti korupsi lain yang dahulu pernah ada di Indonesia. Hal tersebut lantaran kepiawaian untuk “menghabisi” KPK. Sehingga menurutnya buku “Jangan Bunuh KPK” sangat relevan untuk dipublikasikan.

“Apa yang sudah dikemukakan di buku ini bisa dikembangkan lebih jauh dan sudah ditulis. Seperti ada 3 jenis untuk meng-attack KPK. Kekuatan sakaratur maut terus mengintai dan mengancam eksistensi KPK,” ujarnya.

Dia menjelaskan, beragam cara digunakan pihak lain untuk melemahkan KPK. Pertama, dengan melakukan pelumpuhan kapasitan dan merusak sumber daya manusia KPK itu sendiri. Bambang mencontohkan komposisi pimpinan dan ketua KPK. Menurutnya, ketua KPK dipilih atau dihasilkan melalui proses internal KPK, bukan oleh DPR.  

“KPK itu satu-satunya lembaga negara yang ketuanya dipilih sendiri oleh DPR. Padahal Mahkamah Konstitusi, BPK, dan MA anggotanya memilih sendiri ketuanya. Apakah pimpinan KPK sebodoh itu tidak bisa memilih ketuanya sendiri,” ujarnya.

Selain itu, KPK tidak leluasa untuk merekrut sendiri sumber dayanya sendiri, seperti dalam hal merekrut penyidik, kemudian penuntutan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya saja. Fakta adanya kriminalisasi juga tidak bisa dipisahkan sebagai salah satu cara pelemahan yang dilakukan.

“Adanya fakta kriminlaisasi dan rekayasa hukum terhadap pimpinan atau pejabat stuktral. Juga intimidasi berupa kekerasan dalam menjalankan tugasnya dan/atau penarikan tak tentu terhadap sumber daya fungsional lembaga di instasi asal,” tuturnya.

Kedua, menghancurkan eksistensi kelembagaan. Bambang menjelaskan, salah satu cara untuk menghancurkan eksistensi kelembagaan adalah dengan terus-menerus membangun wacana untuk membubarkan KPK yang didasarkan oleh argumen bahwa KPK adalah lembaga ad hoc.

“Juga dilakukan dengan terus-menerus menyerang dengan mengajukan revisi perundangan dengan tujuan untuk medelegitimasi eksistensi dan lingkup kewenanagn KPK,” kata Bambang.

Dalam perhitungannya, sudah lebih dari 15 kali UU KPK di uji ke MK. Kemudian, penolakan pengajuan anggaran KPK oleh DPR dalam pembangunan Kantor Cabang KPK sesuai dengan mandat UU KPK. (Baca Juga: Bagir Manan: KPK Harus Strong, But Not Too Strong)

“Coba bandingkan dengan Ombudsman yang sudah ada di semua provinsi. Kalau pemerintah serius ingin melakukan pemberantasan korupsi harusnya tidak masalah adanya kantor cabang KPK di daerah,” ujarnya.

Ketiga, “menyabotase” program pemberantasan korupsi. Seperti, tidak memberikan anggaran yang memadai untuk program-program KPK yang berkaitan langsung dengan pengembangan kesadaran publik untuk mendorong gerakan sosial anti korupsi.

Kemudian, adanya indikasi intervensi dalam penanganan kasus yang ditangani melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara KPK dengan DPR. Misalnya, KPK diminta untuk menangani kasus Gubernur Sumatera Utara dan pejabat di Papua. Ada juga soal penyerobotan kasus korupsi yang akan ditangani atau sedang ditangani oleh KPK dalam kasus pengadaan simulator.

Bambang mengatakan bahwa KPK sedang menjalankan cita-cita Indonesia yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, terutama alinea keempat.  Negara RI dibentuk untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan social. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dilakukan kalau penanganan korupsi tidak dilakukan.

“KPK untuk mewujudkan alinea empat yang efektif. Sehingga bisa kita pertanyakan apa yang diinginkan oleh yang menyerang KPK dan membuat kesejahteraan semakin jauh,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait