Soal Vaksin Palsu, Penggugat Kemenkes-BPOM Ingin 37 Nama Faskes Dipublikasikan
Berita

Soal Vaksin Palsu, Penggugat Kemenkes-BPOM Ingin 37 Nama Faskes Dipublikasikan

BPOM telah meneliti 37 Faskes di sembilan provinsi Indonesia dan ditemukan ada beberapa yang palsu.

ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi vaksin palsu: HGW
Ilustrasi vaksin palsu: HGW
Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) diminta mengungkap dan mempublikasian 37 fasilitas pelayanan kesehatan di sembilan provinsi yang diduga mendapatkan vaksin palsu atau dari sumber tidak resmi. Hal ini diminta oleh Direktur LBH Bogor, Zentoni, yang sebelumnya menggugat kedua kementerian/lembaga tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“BPOM telah meneliti 37 Faskes di sembilan provinsi Indonesia dan ditemukan ada beberapa yang palsu. Sebagai orangtua, saya berkewajiban hukum menggugat BPOM dan Menkes agar diungkap nama-nama faskes tersebut," kata Zentoni usai melakukan mediasi di PN Jakarta Pusat, Selasa (4/10).

Zentoni mengatakan selain mengungkap 37 faskes yang telah diuji sampel vaksinnya, harus dipublikasikan baik di situs resmi maupun di berbagai media serta mencabut izin jika beberapa dari faskes tersebut terbukti memiliki vaksin yang tidak sesuai atau diduga palsu.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek telah mengumumkan empat belas rumah sakit yang diduga memakai vaksin palsu. "Baru terungkap dari Menkes ada 14 RS, berdasarkan yang diteliti BPOM ada 37. Ini jika diungkap pasti akan lebih ramai lagi," ujar Zentoni.

Adapun BPOM menemukan empat dari 39 sampel yang diuji dengan isi tidak sesuai serta diduga palsu karena label yang tidak sesuai. Dalam sidang yang digelar keempat kali ini, Majelis Hakim memutuskan untuk melakukan mediasi antara kedua belah pihak. Hakim Mediasi Desbenary Sinaga meminta ada surat khusus kuasa dari kedua belah pihak yang lebih kuat sehingga dapat menggantikan posisi Menteri Kesehatan dan Kepala BPOM sebagai pengambil keputusan.

"Surat kuasa itu bukan hanya untuk mediasi, tetapi juga berwenang mengambil keputusan karena Menkes dan Kepala BPOM tidak bisa hadir," kata Zentoni.

Sementara itu, tim Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan serta Biro Hukum dan Humas BPOM yang menghadiri mediasi tidak bersedia untuk dimintai keterangan.

Seperti diberitakan hukumonline sebelumnya, Usai kegemparan di surat kabar dan laman media sosial, kecemasan para orang tua tak juga berkesudahan. Hal ini seperti dialami Zentoni. Pertanyaan mengenai nasib anaknya telah diberi vaksin palsu atau asli tak kunjung terjawab lantaran BPOM tak bersedia mengumumkan hasil penelitiannya. (Baca Juga: Tak Umumkan Penelitian Vaksin Palsu, Advokat Gugat BPOM)

Demi menjawab rasa was-wasnya, Zentoni mengajukan gugatan terhadap BPOM dan Menteri Kesehatan. Hari ini, Rabu (13/7) gugatan Zentoni telah diterima oleh Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 376/PDT/2016/PN.JKT.PST.

Di dalam gugatannya, Zentoni yang juga berprofesi sebagai advokat menyampaikan bahwa kedua anaknya yang masih balita telah diberi vaksin untuk pencegahan penyakit, kecacatan, dan kematian. Sehingga, ia sangat cemas dengan adanya kabar mengenai peredaran vaksin palsu di 37 fasilitas pelayanan kesehatan. Lantaran tak ada pengumuman resmi di mana saja fasilitas pelayanan kesehatan yang disusupi vaksin palsu, Zentoni pun berusaha mencari tahu sendiri.

“Habis waktu saya untuk mencari 37 fasilitas pelayanan kesehatan itu, sampai mengganggu waktu kerja saya,” tutur Zentoni di dalam gugatannya yang diterima hukumonline

Tags:

Berita Terkait