Begini Respons PERADI atas Uji Materi Aturan PKPA
Berita

Begini Respons PERADI atas Uji Materi Aturan PKPA

Selama ini perguruan tinggi sudah dilibatkan.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Thomas E. Tampubolon, Sekjen DPN Peradi --Fauzie. Foto: MYS
Thomas E. Tampubolon, Sekjen DPN Peradi --Fauzie. Foto: MYS
Pengurus Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) secara resmi telah mengajukan uji materi Undang-Undang  No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat ke Mahkamah Konstitusi. Laksanto Utomo, salah seorang pengurus asosiasi, mempersoalkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) UU Advokat yang menjadi dasar penyelenggaraan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA).

Dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, pemohon meminta agar pasal-pasal yang dimohonkan uji dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Pada intinya pemohon meminta agar perguruan tinggi dilibatkan dalam penyelenggaraan PKPA dan Ujian Profesi Advokat (UPA). (Baca juga: Pemohon Minta Perguruan Tinggi Dilibatkan dalam PKPA).

Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) ternyata sudah mempersiapkan diri menghadapi judicial review APPTHI itu. Thomas E. Tampubolon, Sekretaris Jenderal DPN Peradi Fauzie –merujuk pada DPN Peradi di bawah pimpinan Fauzie Yusuf Hasibuan—mengatakan sudah melayangkan surat resmi ke Mahkamah Konstitusi, meminta agar DPN Peradi dimasukkan sebagai Pihak Terkait.

“Peradi sudah menyampaikan surat ke Mahkamah Konstitusi agar dijadikan sebagai Pihak Terkait,” ujar Thomas dalam perbincangan dengan hukumonline, Jum’at (07/11).

Thomas menjelaskan jika permohonan sebagai Pihak Terkait itu dikabulkan Mahkamah Konstitusi, Peradi akan menjelaskan sikap resmi. Secara umum Thomas menegaskan selama ini DPN Peradi sudah melibatkan perguruan tinggi dalam penyelenggaraan PKPA. “Kita sudah menjalin kerjasama dengan ratusan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, untuk menyelenggarakan PKPA,” tegasnya.

Thomas mengingatkan UU Advokat menugaskan organisasi advokat untuk menyelenggarakan PKPA dan UPA. Dengan kata lain, yang diberikan amanat dalam Pasal 2 ayat (1) UU Advokat adalah organisasi advokat. Tetapi demi peningkatan kualitas, Peradi tetap menggandeng perguruan tinggi, baik sebagai penyelenggara maupun untuk pengajar. Kualitas PKPA justru akan ditentukan hasil kerjasama praktisi dan akademisi.

Karena itu, Thomas mengatakan setuju dengan gagasan Kemenristek Dikti agar PKPA disesuaikan dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Penyesuaian PKPA dengan SNPT penting agar kualitas semua pendidikan profesi advokat memiliki standar yang sama, kualitas yang setara, dan sesuai dengan kebutuhan pasar. (Baca juga: Profesor Hukum Ini Kritik Penyelenggaraan PKPA).

Sekretaris Jenderal DPN Peradi itu justru menilai masalah standarisasi PKPA muncul karena terbitnya Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung (SK KMA) No. 73/KMA/HK.01/2015 yang mengizinkan penyumpahan advokat dari organisasi manapun. (Baca juga: MA: KPT Berwenang Angkat Sumpah Advokat Manapun).

SK KMA itu justru menyebabkan Peradi kesulitan membuat standarisasi yang sama untuk penyelenggaraan PKPA. Apalagi banyak calon advokat menggunakan prinsip praktis, lebih memilih PKPA dan UPA yang tak sulit lulusnya. Itu pula sebabnya, kini ada advokat yang mempersoalkan SK KMA itu melalui hak uji materiil ke Mahkamah Agung.

Peduli pada masalah standarisasi PKPA dan UPA ini, DPN Peradi sudah pernah berkirim surat ke Mahkamah Agung. “Meminta agar MA melihat kembali dampak apa yang ditimbulkan SK KMA itu,” kata Thomas.

Berkaitan dengan permintaan APPTHI, Thomas kembali mengingatkan DPN Peradi sudah menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi. Bahkan DPN Peradi terbuka atas masukan-masukan perguruan tinggi demi peningkatan kualitas PKPA dan UPA. Peradi bahkan sudah mengundang perguruan tinggi untuk duduk bersama membahas kualitas PKPA. “Kalau ada masukan dari perguruan tinggi kita dengan senang hati terima,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait