4 Hal yang Perlu Masuk RUU Air
Berita

4 Hal yang Perlu Masuk RUU Air

Biaya pengelolaan air tak boleh dibebankan kepada masyarakat?

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Foto: MYS
Ilustrasi. Foto: MYS
Nasib aturan pengelolaan air pasca pembatalan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air masih jadi tanda tanya. Apakah UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan tetap dipertahankan terus, ataukah harus sesegera mungkin diubah agar disesuaikan dengan amanat putusan MK No.  85/PUU-XI/2013?  

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Untuk Hak atas Air  (KRuHA), Muhammad Reza, melihat selama ini pemerintah salah dalam mengelola air karena lebih banyak diserahkan kepada swasta. Padahal putusan MK sudah menegaskan tentang penguasaan oleh negara. (Baca juga: Pengusaha Khawatirkan Aturan Pengusahaan Air).

Menurut Reza dalam membentuk RUU Air, pemerintah dan DPR perlu memperhatikan putusan MK tersebut. Dalam naskah akademik RUU Air yang disusun KRuHA bersama jaringan kerja hak atas air, sedikitnya ada 4 hal yang penting dicermati.

Pertama, pengelolaan air oleh pemerintah dilakukan secara akuntabel dan transparan. Kedua, menjaga elemen yang menopang kelestarian ekosistem air. Ketiga, pelibatan masyarakat secara aktif dalam mengawasi pengelolaan air oleh pemerintah. Menurut Reza MK lewat putusannya itu menegaskan kontrol negara atas air tidak boleh lepas sekalipun masih dibuka ruang keterlibatan swasta. Tapi keterlibatan swasta itu sifatnya terbatas karena prioritas pengelolaan air untuk kepentingan masyarakat seperti air minum, perairan pertanian rakyat dan kebutuhan rumah tangga.

Keempat, biaya produksi pengelolaan air tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. Mengacu putusan MK itu Reza mengatakan pengelolaan air itu harus dikelola perusahaan umum daerah (perumda). "Dengan begitu anggaran negara bisa disertakan tidak dalam bentuk penyertaan modal tapi investasi sosial. Perumda ini untuk pelayanan publik bukan memupuk profit," katanya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (25/1).

Reza mengatakan dalam waktu dekat KRuHA dan sejumlah organisasi masyarakat sipil akan diundang Komisi V DPR untuk rapat dengar pendapat mendapat (RDP) tentang RUU Air. Menurutnya RUU Air masuk program legislasi nasional kumulatif terbuka. (Baca juga: Swasta Haram Mengelola Air?).

Advokat publik LBH Semarang, Ivan Wagner, mengusulkan perlindungan terhadap elemen yang mendukung ekosistem air seperti gunung kapur (karst). Menurutnya saat ini masih ada pihak yang berpandangan wilayah karst itu terpisah dari siklus air, padahal kawasan itu harus dilindungi. Seperti yang terjadi di kawasan karst pegunungan Kendeng, Gubernur Jawa Tengah menerbitkan izin untuk ekspansi industri semen. (Baca juga: Sukses Uji UU SDA, Muhammadiyah Sasar Tiga UU Lain).

"Kami bersama masyarakat di Jawa Tengah berjuang melawan ekspansi pabrik semen. RUU Air harus memuat ketentuan yang melestarikan karst karena bagian dari siklus air, " pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait