Usut Tuntas Pelaku Penyiraman Air Keras Novel, KPK Juga Mesti Introspeksi
Berita

Usut Tuntas Pelaku Penyiraman Air Keras Novel, KPK Juga Mesti Introspeksi

Ditengarai terkait perkara besar yang ditanganinya. KPK juga disarankan menjadi lembaga nonpartisan dalam pemberantasan korupsi, tidak pandang bulu dan pilih kasih.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Usut Tuntas Pelaku Penyiraman Air Keras Novel, KPK Juga Mesti Introspeksi
Hukumonline
Aparatur penegak hukum mestinya menjadi garda terdepan dalam proses penegakan hukum. Namun, ancaman terhadap personil penegak hukum sering dihadapi, seperti yang saat ini dialami penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang untuk kesekian kalinya menerima ancaman.

Novel mengalami perbuatan kriminal dari pelaku yang tidak dikenal, yakni penyiraman air keras selepas menunaikan ibadah sholat shubuh di masjid dekat kediamannya, Selasa (11/4) pagi tadi. Beragam kecaman terhadap pelaku biadab dari berbagai kalangan. Tak hanya dari berbagai pegiat anti korupsi, kalangan parlemen pun angkat bicara.

Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menilai perbuatan biadab tersebut mesti diusut tuntas. Perbuatan jahat dengan menyiram air keras ke wajah seorang aparat penegak hukum mesti diganjar hukuman seberat-beratnya. “Ini tidak sejalan dengan demokrasi penegakan hukum yang beradab. Oleh sebab itu kita mengecam dan mengutuk tindakan ini,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen. Baca Juga: Presiden Kutuk Keras Penyiraman Air Keras terhadap Novel  

Bagi Benny, tindakan pelaku terhadap Novel tak hanya menjadi ancaman secara personal penyidik, tetapi juga ancaman terhadap negara, khususnya agenda pemberantasan korupsi. Sebab, Novel memang dikenal kerap menangani sejumlah perkara korupsi kategori besar. Kasus terakhir yang kini sedang ditangani adalah kasus korupsi proyek e-KTP yang melibatkan banyak pihak/tokoh.

Meski berbagai ancaman kerap dialami penyidik dan KPK sebagai lembaga, pemberantasan korupsi harus tetap berjalan. KPK pun tak boleh gentar sedikit pun. Apalagi mundur selangkah dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebab, kata Benny, rakyat berada di belakang untuk mendukung KPK. Bahkan menjaga KPK dari berbagai ancaman yang melemahkan agenda pemberantasan korupsi.

“KPK tidak boleh takut dan gentar untuk terus memberantas korupsi, terutama penanganan kasus-kasus megakorupsi yang selama ini diduga kuat melibatkan pejabat tinggi atau mantan pejabat tinggi. KPK tidak boleh takut, rakyat ada di belakang KPK,” ujarnya memberi dukungan.

Karena itu, dia meminta agar penegak hukum Polri mesti mengusut tuntas kasus ini. Terutama, untuk mengetahui siapa pelaku dan dalang di balik aksi kejam tersebut. Menurutnya, pelaku mesti segera diketahui dan ditangkap. Sehingga dapat diketahui motif dan tujuan pelaku melakukan tindak pidana tersebut terhadap Novel.

Anggota Komisi III DPR, Dossy Iskandar Prasetyo menambahkan Novel memiliki komitmen keras dalam pemberantasan korupsi. Ia menilai serangan terhadap Novel merupakan bentuk serangan lain terhadap agenda pemberantasan korupsi. Bahkan, tindakan tersebut bentuk penghancuran secara masif terhadap penegakan hukum khususnya agenda pemberantasan korupsi. “Ini membahayakan, kita berharap tentu seluruh penyidik waspada secara personal,” ujarnya.

Politisi Partai Hanura itu berpandangan negara mesti melindungi setiap aparat penegak hukum dalam menangani perkara-perkara besar seperti kasus korupsi e-KTP. Sebab, kata Dossy, perkara-perkara besar cenderung terdapat mafia yang bermain. Karena itu, penyidik KPK pun mesti waspada dari berbagai kemungkinan seperti yang dialami Novel.

Secara khusus, ia mendesak Kapolri memerintahkan jajaran di bawahnya untuk segera mengusut tuntas pelaku. Apalagi Polri memiliki jaringan luas dan berpengalaman dalam mengusut kasus sejenis. Bila dibiarkan bakal menjadi teror bagi setiap personil penegak hukum. “Saya sangat prihatin mas Novel, mudah-mudahan cepat sehat kembali, dan tidak patah arang, semoga ini semakin memberikan penguatan pada dirinya dan seluruh aparat kita agar tidak berhenti menegakan hukum dan keadilan,” ujarnya memberi semangat.

Anggota Komisi III lainnya Nasir Djamil berpandangan tindakan terhadap Novel bentuk teror. Polri pun berkewajiban menemukan pelakunya. Dengan begitu, bakal diketahui intellectual dader (otak pelaku) di balik aksi tersebut. Nasir menengarai boleh jadi yang dialami Novel terkait dengan kasus besar yang sedang ditanganinya. Antara lain kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. “Tidak ada asap kalau tidak ada api,” ujarnya.

Instropeksi internal
Selain kasus ini harus diusut, saran Benny, KPK juga mesti melakukan instropeksi internal lembaga. Langkah itu dinilai penting agar KPK menjadi lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu dan pilih kasih. Ia khawatir bila KPK pilih kasih dalam pemberantasan korupsi, masyarakat dapat main hakim sendiri dalam upaya menemukan keadilan.

Dengan melakukan instropeksi, KPK bisa menjadi lembaga nonpartisan dalam pemberantasan korupsi. Rakyat pun, kata Benny, menunggu tindakan tersebut. “Peristiwa ini harus juga diusut, kita meminta KPK juga melakukan instropeksi internal supaya KPK benar-benar menjadi lembaga nonpartisan dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Rakyat menunggu itu,” sarannya.

Nasir juga menilai pimpinan KPK mestinya sedari awal dapat memprediksi resiko yang bakal dialami para penyidiknya dalam menangani kasus-kasus besar. Dengan begitu, peristiwa yang dialami Novel ke depan dapat dihindari. “Novel telah menjadi martir karenanya tidak ada alasan bagi KPK untuk mundur sejengkal pun,” ujarnya.

Perlawanan balik
Sementara peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting menilai musibah yang dialami Novel berkaitan erat dengan tugasnya sebagai penyidik di KPK. Menurutnya, sebagai penyidik kasus berkaliber komplek seperti proyek e-KTP sedang memanas. Apalagi satu per satu mulai dikuak di meja hijau oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor.

Dikatakan Miko, penyerangan brutal terhadap Novel menunjukan betapa agenda pemberantasan korupsi acapkali mendapat perlawanan balik dari koruptor. Menurut Miko, serangan yang dialami Novel bentuk serangan nyata terhadap pemberantasan korupsi setelah serangan-serangan sebelumnya.

“Saat ini Novel Baswedan adalah kita. Serangan terhadap Novel Baswedan adalah serangan terhadap kita barisan gerakan anti korupsi. Setiap usaha mengganggu penyidik KPK adalah bentuk obstruction of justice (menghalang-halangi proses penyidikan) seperti diatur UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.

Selain meminta Polri bekerja serius mengungkap pelaku dan aktor di belakang serangan tersebut, KPK dan kepolisian perlu menyelidiki potensi kaitan antara teror dengan upaya obstruction of justice seperti diatur Pasal 21 dan 22 UU Pemberantasan Tipikor. “KPK agar segera memberlakukan mekanisme proteksi terhadap penyidik-penuntut yang sedang bekerja membongkar kasus-kasus (besar) tindak pidana korupsi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait