Menimbang Kemungkinan Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus Novel
Berita

Menimbang Kemungkinan Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus Novel

Komnas HAM juga berniat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta.

ADY TD ACHMAD/ANT
Bacaan 2 Menit
Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution (nomor 2 dari kanan) dalam konperensi kemungkinan pembentukan TGPF. Foto: ADY
Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution (nomor 2 dari kanan) dalam konperensi kemungkinan pembentukan TGPF. Foto: ADY
Kasus penyiraman diduga air keras yang menimpa penyidik KPK, Novel Baswedan, terus bergulir. Hingga kini kepolisian belum berhasil mengungkap pelaku penyiraman cairan yang diduga air keras ke wajah Novel, sehingga penyidik senior KPK itu terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Banyak pihak menaruh perhatian atas kasus ini, dan mengusulkan agar dibentuk sebuah tim independen yang melibatkan lintas organisasi. Namun hingga kini pembentukan tim independen itu belum terwujud. Selama ini polisi cenderung menutup pintu keterlibatan non-kepolisian ke dalam proses penyelidikan kasus penyiraman Novel. (Baca juga: Kasus Novel Dinilai Mandek, Komisi III Desak Polri Kerja Cepat).

Peluang membuka pintu keterlibatan orang luar datang dari Kapolri, Tito Karnavian. Sesuai bertemu Ketua KPK Agus Rahardjo, Senin (19/6), Tito mengatakan tim KPK bisa ‘menempel’ dengan tim yang sudah dibentuk Polri. “Berkaitan dengan langkah lanjut, saya sampaikan dari tim Polri menawarkan kepada KPK untuk membentuk tim, kemudian kalau bisa mendekat atau menempel kepada tim Polri. Memang ini bukan tim gabungan. Kalau gabungan itu tupoksi yang sama,” ujarnya, seusai pertemuan. (Baca juga: Kapolri: Ada Saksi Melihat Saat Novel Disiram Air Keras).

KPK tak langsung mengiyakan. KPK hanya bertugas menyelidik dan menyidik tindak pidana korupsi, sehingga tak punya wewenang menyidik tindak pidana umum. Meskipun begitu, Agus Rahardjo mengatakan KPK akan mempertimbangkan. “Tawaran itu sangat baik. Tapi kami evaluasi dulu bantuan apa yang bisa diberikan KPK ke Polri,” kata Ketua KPK itu.

Sehari setelah pertemuan Kapolri dan Ketua KPK, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menggelar konperensi pers. Komnas HAM sudah membentuk tim untuk melakukan investigasi awal. Selanjutnya, Komnas berniat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, mengatakan Komnas telah mendapat masukan dan berdiskusi dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang fokus di bidang anti korupsi seperti ICW, Madrasah Anti Korupsi, YLBHI, Pemuda Muhammadiyah, KontraS dan LBH Jakarta. Kesimpulannya, kasus yang menimpa Novel Baswedan bukan perkara biasa, tapi luar biasa. Buktinya, lebih dari dua bulan sejak peristiwa itu terjadi sampai sekarang aparat kepolisian tak kunjung tuntas menyelesaikan kasus tersebut.

“Ini kasus luar biasa karena sampai sekarang tidak kunjung tuntas. Kalau perkara pidana lainnya seperti kasus perampokan di Pulomas bahkan terorisme, aparat relatif lebih cepat mengusutnya daripada perkara Novel Baswedan,” kata Maneger.

Menurut Maneger sampai sekarang aparat belum bisa mengungkap siapa pelaku penyiraman diduga air keras yang menimpa Novel Baswedan. Mengingat kasus ini tergolong luar biasa, Komnas HAM dan sejumlah organisasi masyarakat sipil sepakat membentuk TGPF. Tim yang bekerja selama 3 bulan itu nanti beranggotakan sejumlah tokoh masyarakat seperti Bambang Widodo Umar, Bambang Widjojanto, dan Busyro Muqoddas.

Maneger menjelaskan TGPF akan bekerja mengacu UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Hasil kerja tim itu berupa rekomendasi yang akan disampaikan kepada pihak terkait terutama Presiden Joko Widodo. (Baca juga: Komnas HAM: Kasus Penyerangan Novel Harusnya Sudah Bisa Ditemukan Pelakunya).

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menghitung sudah 70 hari kasus Novel Baswedan berjalan, tapi penanganannya dirasa tidak secepat perkara kiminal lainnya. Dia menduga ada keganjilan dalam penanganan perkara itu oleh polisi. “Ini bukan soal Novel Baswedan sebagai individu, tapi kasus teror terhadap agenda pemberantasan korupsi. Kenapa penanganannya tidak bisa secepat Densus Anti Teror 88 ketika menangani terorisme,” ujarnya.

Menurut Dahnil organisasi masyarakat sipil berharap TGPF bentukan Komnas HAM bisa mendorong penyelesaian kasus Novel Baswedan secara tuntas. Selain itu diharapkan Presiden Joko Widodo memberi dukungan terhadap kerja-kerja TGPF. Baginya, Presiden Joko Widodo harus memimpin langsung agenda pemberantasan korupsi. Jika perkara ini tidak tuntas dia khawatir persoalan serupa akan terjadi kemudian hari.

Peneliti ICW, Abdullah Dahlan, mengapresiasi langkah Komnas HAM membentuk TGPF. Baginya perkara yang dialami Novel Baswedan merupakan teror terhadap institusi penegak hukum. Sayangnya, sampai saat ini penanganan kasusnya belum ada progres signifikan. Dia menuntut aparat untuk mengusut para pihak yang terlibat dalam kasus Novel Baswedan bukan hanya pelaku lapangan tapi juga aktor sebenarnya.

Abdullah mencatat ada beberapa kasus serupa yang tidak pernah diselesaikan secara tuntas oleh aparat diantaranya pembacokan yang dialami aktivis ICW, Tama S Langkun. Oleh karenanya penuntasan kasus ini sangat penting terutama dalam rangka perlindungan bagi pegiat anti korupsi termasuk aparat penegak hukum. Presiden Joko Widodo juga perlu berkomitmen mendukung TGPF agar pemanggilan terhadap para pihak nanti tidak mengalami resistensi.

“Presiden Joko Widodo harus secara tegas mendukung TGPF. Kalau perkara ini tidak diselesaikan, ke depan akan terulang lagi kasus serupa,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait