9 dari 10 Fraksi Komisi XI DPR Setujui Perppu 1/2017 Menjadi UU
Utama

9 dari 10 Fraksi Komisi XI DPR Setujui Perppu 1/2017 Menjadi UU

Paling lambat pada Kamis (27/7) mendatang, Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Keterbukaan Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perjakan akan dibawa ke sidang rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Foto: NNP
Foto: NNP
Sembilan fraksi pada Komisi XI DPR RI sepakat membawa Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Keterbukaan Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan untuk dibahas ke tingkat dua. Paling lambat Kamis (27/7) lusa, Perppu terkait pelaksanaan Automatic Exchange of Information (AEoI) disahkan menjadi undang-undang (UU) melalui Rapat Paripurna.

Rapat kerja antara Komisi XI DPR bersama Kementerian Keuangan yang digelar malam hari, Senin (24/7) dihadiri sekitar 30 anggota dari 10 fraksi. Dibuka mulai pukul 20:00 WIB, Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng mempersilakan masing-masing fraksi menyampaikan pandangan mini fraksi kepada pemerintah. Pantauan hukumonline, dari 10 fraksi yang menyampaikan pandangan, hanya satu fraksi yang menyatakan tidak setuju Perppu Nomor 1 Tahun 2017 dibahas pada tingkat dua dan disetujui sebagai UU.

Adalah fraksi dari Partai Gerindra. Fraksi Gerindra berpendapat pemerintah sepatutnya menuangkan aturan tersebut dalam revisi UU tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) dan bukan dengan membuat Perppu Nomor 1 Tahun 2017. Bila upaya memenuhi kebutuhan legislasi primer dibahas lewat revisi UU KUP, maka subtansi yang diatur akan lebih komprehensif seperti pengaturan soal kerahasiaan data hingga aspek moral hazard dari aparat Ditjen Pajak dalam tataran teknis.

(Baca Juga: Tindaklanjuti Perppu 1/2017, Presiden Minta Dibangun Sistem Informasi Pajak yang Andal)

“Mengingat tidak bisa revisi, sikap Gerindra memandang akses keuangan dapat diatur secara komprehensif dalam UU, tidak lewat Perppu,” kata anggota Komisi XI DPR fraksi Gerindra, Kardaya Warmika saat menyampaikan pandangan mini fraksi, Senin (24/7).

Sikap Gerinda menolak Perppu Nomor 1 Tahun 2017 menjadi UU memang tidak secara tegas. Sewaktu menyampaikan, Kardaya sama sekali tidak menyebutkan kata ‘tidak setuju’ ataupun ‘menolak’ Perppu tersebut. Hanya saja, secara makna bisa ditangkap bahwa pendapat agar kewenangan Ditjen Pajak dalam mengakses informasi keuangan lebih baik diatur dalam revisi UU KUP. Bahkan, untuk memastikan sikap Gerindra, Mekeng akhirnya menegaskan apa sebetulnya sikap dari fraksi tempat Kardaya bernaung itu.

“Kami tidak bisa perbaiki dan  kami menilai pengaturan akses ini tidak bisa dilakukan lewat Perppu tapi langsung dalam RUU KUP,” kata Kardaya menegaskan. (Baca Juga: DPR Pertanyakan “Ihwal Kegentingan Memaksa” Terbitnya Perppu 1/2017)

Meski 9 fraksi setuju membawa Perppu Nomor 1 Tahun 2017 ke tingkat dua, namun seluruh fraksi memberikan catatan terutama terkait implementasi dari keterbukaan informasi keuangan terkait kepentingan perpajakan ini. Hukumonline merangkum, setidaknya catatan yang disampaikan terkait kekhawatiran penyalahgunaan informasi keuangan oleh aparat Ditjen Pajak, besaran threshold saldo keuangan yang diperiksa, serta pembukaan informasi keuangan domestik di luar kepentingan AEoI.

“Pemerintah harus dapat hitung tax ratio terhadap PDB. Selain itu, jangan  kejar WP domestik dan instruksi dari pusat ke KPP juga harus ditingkatkan. Minta jaminan data, di mana integritas Ditjen Pajak harus jadi perhatian dan fungsi pengawasan jadi syarat mutlak,” kata Anggota Komisi XI dari fraksi PDIP, I Gusti Agung Rai Wirajaya. (Baca Juga: Tak Ada Jaminan Data Keuangan yang Dibuka DJP Tak Bakal Disalahgunakan)

Dari fraksi Golkar sendiri, mereka meminta pemerintah agar menjamin nasabah tetap nyaman menaruh uangnya pada Lembaga Jasa Keuangan (LJK). Anggota Komisi XI Fraksi Golkar, Aditya Anugrah Moha mendorong pemerintah segera memasukan klausul terkait confidentiality and data safeguard dalam revisi UU KUP dan UU Perbankan. tak hanya itu, lima aturan yang salah satu pasalnya dibatalkan melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2017 juga mesti segera dibahas antara pemerintah dan DPR.

Sementara itu, Anggota Komisi XI dari fraksi PKS, Refrizal meminta pemerintah tetap menjaga komitmen sejak awal bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2017 dibuat dalam rangka pertukaran AEoI yang subjeknya adalah warga negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri, bukan sebaliknya. Anggota Komisi XI dari fraksi PPP Amir Uskara, meminta agar Ditjen Pajak memanfaatkan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 yang nantinya menjadi UU untuk membangung basis pajak yang kuat di dalam negeri.

Tax ratio kita masih rendah. Total 18,2 juta WP yang serahkan SPT tahun lalu (2016), ternyata hanya 11 jutaan yang melaporkan. Ditjen Pajak belum bisa jangkau semua WP. Fraksi PPP menilai, Perppu sangat penting bangun pajak. Di sisi lain, AEoI jadi langkah strategis penerimaan pajak,” kata Amir.

Selain itu, fraksi Nasional Demokrat meminta agar pemerintah terus melakukan sosialisasi secara menyeluruh agar tidak ada keresahan di kalangan nasabah sektor jasa keuangan bahwa data informasi yang dibuka dipakai semata-mata untuk kepentingan perpajakan. Fraksi Nasdem juga mendorong pemerintah membuat aturan internal semacam Standar Operasional (SOP) agar nasabah atau masyarakat tidak dirugikan oleh perilaku oknum di internal Ditjen Pajak.

“SDM di Ditjen Pajak harus ditingkatkan, skill dan mentalnya. Sistem IT pajak juga harus ditingkatkan. Masyarakat harus dapat jaminan bahwa akses ini untuk kepentingan pajak bukan yang lain,” kata Anggota Komisi XI fraksi Nasdem, Donny Imam Priambodo.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pemerintah sangat berkomitmen untuk melaksanakan mandat Perppu Nomor 1 Tahun 2017 secara dengan baik. Beberapa catatan yang ditujukan juga akan ditindaklanjuti seperti akan segera dilakukannya sosialisasi secara masif ke berbagai kalangan agar bisa dipahami kepentingan nasional dalam era keterbukaan AEoI nanti. Ani –sapaan akrab Sri- sangat terbuka dengan masukan berbagai fraksi dan bersedia membahas bersama untuk membuat aturan teknis tingkat Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

“Terkait masukan, kami akan tampung dan segera bahas dan usulkan beberapa revisi UU seperti UU KUP ke dalam Prolegnas,” kata Ani.

Usai penyampaian pendapat fraksi mini dan tanggapan pemerintah, Ketua Komisi XI DPR Mekeng menutup agenda raker malam itu sekira pukul 21:42 WIB. Sebelum itu, dilakukan penandatangan persetujuan membawa Perppu Nomor 1 Tahun 2017 ke tingkat dua sebelum disahkan dalam rapat paripurna menjadi UU paling lambat Kamis (27/7) mendatang.

Tags:

Berita Terkait