‘Aturan Turunan’ Road Map e-Commerce Jangan Sampai Hambat Pelaku Usaha
Utama

‘Aturan Turunan’ Road Map e-Commerce Jangan Sampai Hambat Pelaku Usaha

Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2017-2019 mengamanatkan beberapa ‘aturan turunan’ yang harus dibuat oleh kementerian/lembaga terkait.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Logo idEA. Foto: www.idea.or.id
Logo idEA. Foto: www.idea.or.id
Presiden Joko Widodo baru saja merilis Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2017-2019, pada (3/8) lalu. Dari aturan tersebut, sejumlah Kementerian/Lembaga diminta segera menyusun aturan teknis untuk pelaksanaan binsis online tersebut.

Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), AuIia E. Marinto, mengatakan bahwa pihaknya sangat menyambut baik dan mengapresiasi terbitnya Road Map e-Commerce atau selanjutnya disebut SPNBE 2017-2019. Menurutnya, peta jalan itu merupakan panduan dasar bagi ekosistem ekonomi digital yang mana terdapat total 31 inisiatif yang merupakan cikal terwujudnya iklim industri yang lebih baik terutama percepatan pengembangan e-Commerce, pelaku start-up, dan percepatan logistik di tanah air.

“Pemerintah terus mengawal pelaksanaan Perpres Peta Jalan e-Commerce agar upaya yang dilakukan setiap pemangku kepentingan ekonomi digital sejalan dan dapat mempercepat pengembangan potensi ekonomi,” kata Aulia di Jakarta, Rabu (16/8).

SPNBE 2017-2019, kata Aulia, masih bersifat umum sehingga masih perlu diterjemahkan skala prioritasnya. Amanat Perpres Nomor 74 Tahun 2017 meminta kementerian/lembaga terkait untuk menerbitkan sejumlah regulasi baru. Ada dua hal penting yang jadi perhatian, pertama regulasi tersbut jangan sampai tumpang tindih sehingga proses harmoniasi harus dilaksanakan agar seluruhnya berjalan paralel. Kedua, jangan sampai aturan tersebut gagal disusun oleh kementerian/lembaga terkait karena akan berdampak kepada industri ekonomi digital.

“Ini tidak boleh gagal (penyusunan aturannya). Kalau delay, iya tapi gagal tidak boleh,” kata Aulia.

Aulia mengingatkan, pelaku pada industri e-Commerce mengalami diversifikasi yang sulit dikelompokkan. Ada istilahnya pemain ‘e-Commerce mainstream’ seperti penyedia platform market place dan ada juga pelaku yang memanfaatkan social media (sosmed) di mana pada perkembangannya ikut melaksanakan transaksi secara online misalnya dengan payment gateway. Aulia menegaskan, sepanjang bisnis dilakukan dengan menggunakan media internet, maka mereka termasuk sebagai pelakue-Commerce.

“Akhirnya kita perlu pilah secara benar bagaimana kita perlakukan yang kita rancang di isu ini. Persamaan pajak, perizinan, dan akselerasi tanpa tinggalkan persoalan,” kata Aulia.

Sementara itu, Ketua Bidang Hukum idEA, Sari Kacaribu mengatakan, pemerintah jangan hanya terfokus pada upaya menyelesaikan sejumlah regulasi turunan namun harus memastikan regulasi itu nantinya tidak menghambat pelaku usaha yang sedang berjuang untuk tumbuh terutama pelaku start-up. Menurutnya, perkembangan suatu industri tidak selalu diikuti dengan regulasi baru bahkan ia lebih mendorong dilakukan deregulasi.

Saya yakin Presiden bukan bermaksud buat regulasi. Industri yang masih muda ini akan cepat maju kalau tidak banyak regulasi,” kata Sari.

Sari melanjutkan, beberapa mandat aturan yang tertuang dalam Lampiran Perpres Nomor 74 Tahun 2017 pernah dibahas pemerintah dan ada pula yang sudah terbit aturannya. Satu aturan yang sudah terbit yakni terkait pengaturan National Payment Gateway (NPG) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional. Sementara, aturan lain yang sudah dibahas pemerintah sejak beberapa tahun belakangan ini salah satunya terkiat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau lebih dikenal dengan RPP e-Commerce.

Baca Juga:
·         Mengintip Isi RPP E-Commerce
·         Peraturan BI Soal National Payment Gateway Terbit, Ini Poin-Poin Pentingnya
Ambil contoh dari RPP e-Commerce misalnya, aturan tersebut hingga saat ini masih belum disahkan lantaran masih ada sejumlah hal yang menjadi perdebatan antara pemerintah dengan pelaku usaha. Kata Sari, idEA sendiri masih keberatan soal kewajiban pendaftaran pelaku e-Commerce. Dalam draf RPPe-Commerce, dikenal tiga jenis pelaku usaha yakni pedagang, penyelenggara transaksi perdagangan melalui sistem elektornik (PTPMSE) dan penyelenggara sarana perantara. Masing-masing diwajibkan mendaftarkan diri kepada pemerintah.

“Kalau mau ada pendaftaran, kita ingin tahu tujuannya apa. Kalau misalnya, industri sudah atur yang tujuannya sama, kita merasa ngga perlu diatur lagi. Contoh, pendaftaran merchant misalnya untuk perlindungan konsumen,” kata Sari.

Beberapa Aturan Turunan dalam Perpres Nomor 74 Tahun 2017
No.ProgramKegiatanKeluaranTarget WaktuPenanggung JawabInstansi Terkait
1 Pendanaan dan skema pembiayaan-pinjaman Mengoptimalkan bank/IKNB sebagai penyalur KUR Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Tenant Pengembang Platform e-Commerce menjadi penerima dana KUR yang disalurkan Bank/IKNB November 2017 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian OJK, BI, Kominfo, Kemenkop, Bekraf
2 Penyediaan Pendanaan Alternatif dan Skema Pembiayaan-Hibah (grants/subsidi) Menyelaraskan skema hibah dan subsidi untuk mendukung ekosistem ekonomi digital Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pemanfaatan Dana Universal Service Obligation (USO) Oktober 2017 Menteri Komunikasi dan Informatika Kemenkop, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kemenkeu
3 Penyusunan Tat Cara Pendaftaran bagi Pelaku Usaha e-Commerce Menyusun regulasi kewaiban pelaku usaha e-Commerce untuk mendaftarkan diri termasuk pelaku usaha asing Peraturan Menteri Perdagangan tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penerbitan Nomor Identitas Pelaku Usaha Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elekteronik (TPMSE) September 2017 Menteri Perdagangan Kemenkeu, Kominfo, Asosiasi e-Commerce dan Digital Economy
4 Persamaan Pelakuan Perpajakan Regulasi yang mendukung pengenaan pajak atas pelaku usaha e-Commerce asing dan lokal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga Sektor Terkait Februari 2018 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kemenkeu, Kemendag, Kominfo
5 Penyusunan regulasi transaksi perdagangan melalui sistem elektronik Menyelesaikan RPP tentang Transaksi Perdaganan Melalui Sistem Elektronik (RPP e-Commerce) PP tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Oktober 2017 Menteri Perdagangan Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenkumham, Kemensesneg
6 Membangun kepercayaan konsumen Harmonisasi regulasi yang berlaku secara selaras dan konsisten Kerangka hukum komprehensif yang akan mengakomodir: klasifikasi pelaku usaha berbasis elektronik (e-Commerce), sertifikasi elektronik, proses akreditasi, kebijakan mekanisme pembayaran November 2017 Menteri Koordinator bidang Perekonomian Kementerian PPN/Bappenas, Kominfo, Kemendag, Kemenkumham, BPS, BI, OJK, Asosiasi e-Commerce dan Digital Economy
7 Pengembangan Gerban Pembayaran Nasional (National Payment Gateway/NPG) Mengembangkan NPG secara bertahap yang dapat meningkatkan layanan pembiayan ritel elektronik termasuk transaksi perdagangan berbasis elektronik Ketentuan pengaturan sarana pemrosesan transaksi pembayaran Oktober 2017 Gubernur Bank Indonesia OJK, Kemenkeu, Kominfo
8 Pembentukan Manajemen Pelaksana Peta Jalan SPNBE 2017-2019 Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengenai Pembentukan Manajemen Pelaksana Peta Jalan SPNBE 2017-2019 Oktober 2017 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kominfo
Sumber: Lampiran Perpres 74/2017, diolah.
Selain itu, hal krusial yang mesti menjadi perhatian pemerintah adalah persoalan pajak. Soal pajak menjadi hot topic karena regulasi pajak selalu dinilai rumit terutama bagi pelaku e-commerce yang punya domisili di luar negara Indonesia. Kepala Bidang Pajak, Infrastruktur, dan Keamanan Siber idEA, Bima Laga berpendat ada dua isu menarik terkait pajak pertama insentif buat investor dan kedua perlakuan pajak untuk pelaku e-Commerce lokal dan asing.

“Dari asosisasi sudah beberapa kali bicara sama DJP dan BKF terkait aturan apa yang pas dalam roadmap,” kata Bima.

Menurut Bima, isu yang mengemuka terkait hal tersebut adalah perlakuan pajak di mana pelaku e-Commerce lokal diwajibkan patuh dengan aturan pajak di Indonesia seperti harus menggunakan badan hukum Indonesia namun untuk pelaku e-commerce asing aturan tersebut tidak bisa diimplementasikan. Selain itu, isu pajak yang terus menjadi concern idEA adalah terkait perlakuan PPN atas pemberian cuma-Cuma jasa kena pajak bagie-Commerce.

Sebagai informasi, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi e-Commerce sempat menjadi perhatian pelaku e-Commerce terutama terkait aspek perpajakan PPN pada model bisnis classified ads. definisi classified ads berdasarkan SE-62/PJ/2013 adalah kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa bagi pengiklan untuk memasang iklan yang ditujukan kepada pengguna iklan melalui situs yang disediakan oleh penyelenggara classified ads.

Poin utama yang menjadi perhatian para pelaku e-Commerce adalah mengenai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN atas pemberian jasa pada model bisnis classified ads yang tidak memungut bayaran atau gratis. Mereka berpendapat bahwa atas transaksi tersebut seharusnya DPP-nya adalah nol rupiah. Padahal, pihak Ditjen Pajak berulang kali menjelaskan bahwa dalam hal pengiklan tidak perlu membayar (gratis) untuk memasang iklan di tempat yang disediakan oleh Pengelola Classified Ads, maka penyelenggara classified ads melakukan pemberian cuma-cuma kepada pengiklan yang terutang PPN, DPP untuk pemberian cuma-cuma JKP adalah penggantian setelah dikurangi laba kotor.

Pasal 4 ayat (1) huruf C UU PPN, yaitu PPN dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Hal ini dijelaskan lebih lanjut pada paragraf penjelasan bahwa termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma.

Selain itu, pasal 2 huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.03/2015 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dijelaskan bahwa untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor Sehingga DPP atas pemberian JKP cuma-cuma atau gratis bukanlah nol rupiah, melainkan sejumlah nilai penggantian setelah dikurangi laba kotor.

“PPN cuma-cuma kita berjuang dari tahun 2016. Yang terjadi, kita buat NA (naskah akademik) sudah kita kasih ke BKF. Dengan roadmap, ini bisa jadi perlakuan penyederhanaan pajak,” kata Bima.
Tags:

Berita Terkait