Peraturan BI Soal Top Up E-Money Segera Terbit
Berita

Peraturan BI Soal Top Up E-Money Segera Terbit

BI memastikan biaya top up e-money tidak akan memberatkan masyarakat.

Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: RES
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: RES
Bank Indonesia (BI) segera merilis aturan pengenaan biaya isi ulang (top up) uang elektronik atau e-money dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI). Aturan ini telah melalui pembicaraan antara BI, perbankan dengan badan usaha jalan tol. “Tinggal kita keluarkan dalam bentuk penegasan. Pembicarannya semua sudah selesai dan semua sepakat. Sebentar lagi akan kita keluarkan aturannya," kata Gubernur BI Agus Martowardojo sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (6/9).

BI sendiri sebelumnya menargetkan PBI tersebut akan terbit sebelum implementasi electronic toll collection (ETC) atau kewajiban menggunakan transaksi non tunai di tol, pada Oktober 2017 mendatang.

Pengenaan biaya top up e-money disebut untuk memberikan insentif kepada perbankan sehingga dapat memperbanyak infrastruktur pembayaran uang elektronik. BI pun tengah mempersiapkan Gerbang Pembayaran Nasional atau National Payment Gateway (NPG) di mana sistem platform e-money semua bank di tanah air akan menjadi satu.

Sementara itu, terkait dengan besaran biaya top up e-money sendiri, Agus masih enggan menyebutkan secara detail nominalnya. Namun, ia memastikan biaya top up e-money tidak akan memberatkan masyarakat. "Fee-nya pasti yang tidak membuat beban kepada konsumen," ujar Agus.

(Baca Juga: BI Minta Bank Garap Bisnis e-Toll)

Pengenaan biaya top up juga sebenarnya telah diterapkan bank kepada konsumen apabila melakukan transaksi isi ulang pulsa telekomunikasi dengan biaya Rp1.500 per transaksi. Biaya top up e-money disebut-sebut tidak akan jauh dari nominal tersebut.

Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan RI menyepakati pengembangan integrasi sistem pembayaran elektronik bidang transportasi yang meliputi pembayaran transportasi antar moda darat, laut, udara dan perkeretaapian, serta perparkiran dan jalan berbayar. Untuk menunjukkan komitmen kedua belah pihak, dilakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama (KB) antara Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Dengan integrasi tersebut, nantinya masyarakat akan dapat menggunakan uang elektronik dari berbagai penerbit pada berbagai moda transportasi. Pelaksanaan integrasi pembayaran tersebut akan dimulai dari wilayah Jabodetabek, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Turut hadir dalam kegiatan hari ini adalah Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.

Agus berharap integrasi tersebut akan meningkatkan efisiensi layanan publik melalui penerapan pembayaran secara non tunai. "Hal ini sangat penting, mengingat besarnya tuntutan akan layanan pembayaran yang semakin aman, lancar, dan efisien, seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi," ujarnya.

Untuk mencapai integrasi tersebut, lanjut Agus, ada tiga hal yang perlu dilaksanakan. Pertama, penggunaan uang elektronik sebagai instrumen pembayaran transportasi publik menggantikan tiket. Kedua, standarisasi instrumen uang elektronik yang selaras dengan kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional. Ketiga, keberlangsungan model bisnis serta menghargai investasi yang telah ada dengan mengadopsi skema harga (pricing) sesuai best practices.

Inisiatif nontunai moda transportasi di Jakarta telah dirintis sejak tahun 2013 oleh PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) dengan dapat digunakannya uang elektronik empat bank pada moda kereta api commuter. Selanjutnya, Bus Transjakarta sejak 14 Februari 2015 telah seluruhnya menerima pembayaran uang elektronik dari 6 bank. Pada kedua moda tersebut, uang elektronik sekaligus berfungsi sebagai tiket transportasi (e-ticket).

(Baca Juga: Kisah Pembatasan Transaksi Tunai dalam Hukum Indonesia)

Dalam mewujudkan integrasi pembayaran transportasi Jabodetabek, salah satu tantangan adalah perbedaan kepemilikan moda transportasi, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk itu, strategi integrasi sistem pembayaran elektronik moda transportasi disinergikan dengan membentuk dua entitas berbeda. Pertama, unit usaha yang berada di bawah BUMN untuk moda transportasi yang dikelola oleh BUMN. Kedua, konsorsium yang berada dibawah Pemprov DKI dan berbentuk BUMD untuk moda transportasi yang juga dikelola oleh BUMD.

Kedua entitas tersebut harus bersinergi dengan menyediakan infrastruktur pemrosesan uang elektronik yang saling terkoneksi dan saling dapat beroperasi. Selain itu, harus dilakukan pula integrasi dengan konsorsium lain yang menerapkan uang elektronik sebagai alat pembayaran yaitu Konsorsium Electronic Toll Collection (ETC) di jalan tol yang saat ini tengah dirancang oleh Kementerian PUPR.

Untuk mendorong pelaksanaan integrasi oleh seluruh pihak terkait, dilakukan pula penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Bank Indonesia dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dan kesepakatan bersama antara BPTJ dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan seluruh Operator pengelola moda transportasi yang beroperasi di wilayah Jabodetabek, yaitu Perum Damri, Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta, PT KAI Commuter Jabodetabek, PT Jakarta Propertindo, PT Transportasi Jakarta, PT Mass Rapid Transit Jakarta, PT Railink.

Kesepakatan tersebut akan mengikat operator pengelola moda transportasi yang beroperasi di wilayah Jabodetabek untuk ikut serta berkomitmen dalam rencana integrasi sistem pembayaran elektronik transportasi antar moda di wilayah Jabodetabek. "Dengan sinergi seluruh pihak, integrasi pembayaran transportasi diharapkan dapat segera terwujud, sehingga masyarakat dapat bertransaksi dengan lebih aman dan efisien," kata Agus.

Menurut penjelasan Kepala Pusat Program Transformasi BI, Onny Widjanarko sebelumnya, integrasi uang elektronik tahap awal akan melibatkan beberapa bank pelopor. Namun selanjutnya, pintu partisipasi untuk bank lain tetap terbuka.Bank pelopor tersebut antara lain, PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI), PT Bank Mandiri Persero Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) dan PT Bank Central Asia (BCA) Tbk.

Secara ilustrasi, setelah integrasi pada Juni 2017 nanti, produk uang elektronik dari BCA dapat digunakan di infrastruktur bank lainnya, seperti mesin perekam data elektronik (EDC) milik Bank Mandiri di gerbang tol. Begitu juga dengan uang elektronik Bank Mandiri dapat digunakan di infrastruktur milik BCA atau bank lain.

Empat bank tersebut merupakan pemain utama dalam industri uang elektronik dengan pangsa pasar di atas 50 persen. Jumlah penggunaan uang elektronik menunjukkan kecenderungan atau tren peningkatan. (Baca Juga: Penerapan Interkoneksi Uang Elektronik Ditargetkan Juni Tahun Ini)

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), hingga bulan Januari 2017 jumlah transaksi uang elektronik di Indonesia mencapai 58,43 juta transaksi atau tumbuh 41,49% dari periode sama tahun sebelumnya. Sedangkan secara nominal tercatat meningkat 71,83% menjadi Rp665 miliar.
Tags:

Berita Terkait