Peran Setya Novanto Disinggung dalam Vonis Andi Narogong
Berita

Peran Setya Novanto Disinggung dalam Vonis Andi Narogong

Memperkuat surat dakwaan KPK atas Setya Novanto.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Setya Novanto duduk di kursi terdakwa Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Setya Novanto duduk di kursi terdakwa Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda 1 miliar terhadap Andi Agustinus alias Andi Narogong. Terdakwa dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan proyek e-KTP.  Majelis juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar 2,5 juta dolar Amerika Serikat (AS$) dan Rp1,186 miliar dikurangi jumlah uang yang telah dikembalikan sebesar AS$350 ribu.

Dalam pertimbangan, majelis juga mengungkap peran pihak lain dalam perkara ini termasuk mantan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR, Setya Novanto. Novanto sendiri sudah menjadi terdakwa dalam berkas terpisah, dan proses persidangan sudah memasuki tahap eksepsi. Putusan hakim dalam perkara Andi Agustinus ini memperkuat surat dakwaan KPK atas Novanto yang dibacakan dua pekan lalu. Dalam surat dakwaan tersebut KPK menyatakan ada sejumlah pertemuan yang dilakukan Novanto dalam proyek e-KTP serta dugaan aliran uang haram dari proyek yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun.

Saat membacakan pertimbangan, hakim anggota Franky Tambuwun menguraikan Novanto melakukan sejumlah pertemuan yang awalnya diinisiasi oleh Andi Narogong. Seperti pertemuan di Hotel Grand Melia dengan Sugiharto, Irman, dan Diah Anggraeni. Pertemuan ini mengawali pertemuan-pertemuan sesudahnya.

(Baca juga: Poin-Poin Penting Eksepsi Novanto).

Dalam pertemuan di ruang kerja Novanto di Lantai 12 Gedung DPR, Andi Narogong menanyakan kepada Novanto perihal anggaran agar Irman selaku Dirjen Dukcapil tidak ragu lagi dalam mempersiapkan proyek e-KTP. “Ini sedang kita koordinasikan,” kata Hakim Franky mengutip pernyataan Novanto ketika itu.“Pak Irman perkembangannya nanti akan saya kasih tahu, tanyakan saja nanti sama Andi,” sambung Novanto dalam pertemuan tersebut.

Beberapa pertemuan lain terus dilakukan, yang dihadiri Novanto, untuk “mengawal” proyek e-KTP. Pada salah satu pertemuan disepakati ada fee sebesar 5 persen kepada mantan  Ketua Umum Partai Golkar itu. Seperyi diuraikan majelis, saksi Johannes Marliem menjelaskan kepada Novanto mengenai harga penawaran produk AFIS merk L-1, yakni harga riil perekaman adalah AS$0,5 atau setara dengan Rp5 ribu per penduduk. Selisih harga (diskon) akan diberikan kepada Setya Novanto sebagai komitmen fee sebesar 5% dari nilai kontrak.

Setelah terbentuk konsorsium PNRI, disepakati skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri dengan perincian PT Sandipala Artha Putra bertanggung jawab memberikan fee kepada Gamawan Fauzi melalui Asmin Aulia sebesar 5% dari nilai pekerjaan yang diperoleh, PT Quadra Solution bertanggung jawab memberikan fee kepada Setya Novanto sebesar 5%, Perum PNRI bertanggung jawab memberikan fee kepada Irman dan stafnya sebesar 5% dari jumlah pekerjaan yang diperoleh dan keuntungan bersih masing-masing anggota konsorsium setelah dipotong pemberian fee tersebut adalah sebesar 10%.

“Terdakwa melakukan pertemuan dengan Setya Novanto, Chairuman Harahap dan Paulus Tannos di Equity Building Jakarta. Dalam pertemuan tersebut Setya Novanto dan Chairuman Harahap diduga menagih komitmen fee sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Terdakwa, yakni sebesar 5% dari nilai proyek. Atas penagihan tersebut, Terdakwa dan Pulus Tannos berjanji untuk segera memenuhinya setelah mendapatkan uang muka pekerjaan dari Kementerian Dalam Negeri,” ujar Hakim Franky.

Tags:

Berita Terkait