Pajak Surat Utang Infrastruktur Dipangkas Jadi 5 Persen
Berita

Pajak Surat Utang Infrastruktur Dipangkas Jadi 5 Persen

Insentif fiskal ini diterapkan untuk memperdalam pasar keuangan serta mendorong pendanaan di sektor infrastruktur dan real estate atau properti.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Pajak Surat Utang Infrastruktur Dipangkas Jadi 5 Persen
Hukumonline

Pemerintah memangkas tarif pajak penghasilan yang diterima investor atas bunga surat utang dari dana investasi infrastruktur (DINFRA), dana investasi real estate (DIRE), dan kontrak investasi kolektif-efek beragun aset (KIK-EBA) dari 15 persen ke 5 persen hingga 2020, dan 10 persen mulai 2021 dan seterusnya.

 

Relaksasi kebijakan fiskal itu tertuang dalam PP No. 55 Tahun 2019 yang merupakan pemutakhiran dari PP No. 100 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.

 

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, mengatakan bahwa insentif fiskal ini diterapkan untuk memperdalam pasar keuangan serta mendorong pendanaan di sektor infrastruktur dan real estate atau properti.

 

"Ini untuk pendalaman pasar keuangan di Indonesia dan meningkatkan pendanaan bagi proyek infrastruktur dan real estate (properti)," katanya seperti dilansir Antara, Jumat (23/8) lalu.

 

Dengan relaksasi ini, maka PPh atas bunga obligasi dari ketiga produk investasi tersebut setara dengan yang dikenakan atas reksa dana sebagaimana tertuang dalam PP No. 100/2013. Alhasil, nasabah atau investor ketiga obligasi infrastruktur itu mendapat keringanan biaya untuk membayar pajak bunga.

 

“Karena pemerintah mengkaji juga, berpikir objektifnya bagaimana? Pendalaman pasar keuangan di Indonesia ini kan perlu dipikirkan, yang mana prioritas, dan ada juga masukan terus dikaji,” ujar Robert.

 

Sebelum adanya aturan ini, PPh atas bunga obligasi termasuk untuk DINFRA, DIRE, dan KIK-EBA dikenakan sebesar 15 persen untuk WP dalam negeri dan 20 persen untuk badan usaha tetap (BUT). Robert berharap relaksasi tiga surat utang tersebut dapat mendorong pengembangan pasar keuangan di Indonesia melalui peran kontrak investasi kolektif untuk menyerap obligasi. “Relaksasi ini berlaku mulai pada 12 Agustus 2019,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait