Kesiapan Pemerintah Terapkan Kewajiban Sertifikasi Halal Dipertanyakan
Berita

Kesiapan Pemerintah Terapkan Kewajiban Sertifikasi Halal Dipertanyakan

Ada kekhawatiran pemerintah belum siap menampung lonjakkan jutaan pelaku usaha yang ingin mendaftarkan sertifikasi halal. Mereka juga khawatir ada kriminalisasi apabila memenuhi kewajiban ini.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Acara diskusi soal sertifikasi halal, Rabu (25/9). Foto: MJR
Acara diskusi soal sertifikasi halal, Rabu (25/9). Foto: MJR

Menjelang kewajiban sertifikasi halal pada 17 Oktober mendatang, masih ditanggapi keraguan berbagai pihak termasuk dunia usaha. Pemerintah dianggap masih belum siap menjalankan aturan tersebut sehingga menghambat proses bisnis. Selain itu, pelaku usaha juga mengkhawatirkan tidak berjalannya komunikasi antar lembaga pemerintah justru menimbulkan ketidakpastian hukum.

 

Regulasi kewajiban sertifikasi halal tercantum dalam Undang-Undang No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 sebagai ketentuan pelaksanaannya. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan Peraturan Menteri Agama (PMA) sebagai aturan teknis program tersebut. 

 

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Suaedy menjelaskan kehadiran aturan baru ini akan mengubah proses sertifikasi yang selama ini berlaku. Menurutnya, pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) belum memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanan program wajib sertfikasi halal kepada seluruh pelaku usaha nasional.

 

Pasalnya, terdapat lonjakan besar jutaan pelaku usaha mendaftarkan produknya untuk memperoleh sertifikasi halal. Namun, komponen penting seperti auditor, lembaga penjamin halal serta aturan teknis belum terpenuhi hingga saat ini. “Kami sejak 2016 pantau persiapan Kemenag mengenai implementasi jaminan produk halal. Kami temukan LPH dan kantor wilayah BPJPH belum siap yang seharusnya tersebar di daerah. Lalu juga auditor belum merata masing-masing wilayah. Aturannya (teknis) juga belum ada harus dipersiapkan,” jelas Suaedy saat ditemui di Jakarta, Rabu (25/9).

 

Menurut Suaedy kondisi tersebut akan mengganggu dunia usaha sebab pemerintah tidak mampu melayani pelaku usaha yang ingin mendapatkan sertifikasi halal. “Ini (aturan) belum komprehensif. Bagaimana dengan usaha mikro dan UMKM? Kami tanya ada 70 juta UMKM ternyata baru 1 juta yang terfasilitasi,” jelas Suaedy.

 

Sejak berlakunya aturan ini, pelaku usaha yang tidak memiliki sertifikasi halal akan mendapatkan sanksi pidana dan denda. Lebih lanjut, Suaedy mengkhawatirkan akan ada jutaan pelaku usaha terancam sanksi akibat belum memenuhi kewajiban tersebut. Dia mengimbau agar pemerintah menyosialisasikan tenggat waktu kepada para pihak agar tidak terjadi kriminalisasi.

 

“Kami khawatir kalau ada main hakim sendiri. Jangan sampai masyarakat yang paham UU menyatakan bagi mereka yang belum ada label halal digeruduk (kriminalisasi). Ini harus diwaspadai jangan sampai merugikan masyarakat,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait