Menkumham Diminta Susun Kembali Roadmap Kebijakan Pidana
Berita

Menkumham Diminta Susun Kembali Roadmap Kebijakan Pidana

ICJR juga meminta pembahasan RKUHP dibuka kembali mengingat masih banyak perumusan dalam RKUHP dalam Buku I dan Buku II tidak sesuai prinsip perlindungan HAM termasuk merumuskan kembali berbagai ketentuan yang telah dibatalkan MK.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Kementerian Hukum dan HAM. Foto: SGP
Kementerian Hukum dan HAM. Foto: SGP

Saat pengumuman Kabinet Indonesia Maju, Rabu (23/10) kemarin, Presiden Jokowi kembali menunjuk Yasonna H Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) periode 2019-20124. Sebagian kalangan menilai penunjukan Yasonna kurang tepat karena ia berperan besar dalam proses pembentukan sejumlah RUU bermasalah di akhir pemerintahan periode sebelumnya diantaranya RUU KPK, RKUHP, dan RUU Pemasyarakatan.

 

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Menkumham Yasonna H Laoly menunjukan keseriusannya dalam mewujudkan reformasi hukum sesuai batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam konstitusi. Salah satunya, menyusun kembali peta jalan (roadmap) Reformasi Kebijakan Hukum Pidana dan Reformasi Kebijakan Sistem Peradilan Pidana.

 

“ICJR meminta Menteri Yasonna untuk segera menyusun peta jalan (roadmap) reformasi kebijakan pidana,” ujar Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju saat dikonfirmasi, Jum’at (25/10/2019). Baca Juga: PSHK: Pemerintahan Jokowi Jilid II, Hukum Sekedar ‘Pelumas’ Investasi

 

Dia menerangkan penyusunan peta jalan reformasi kebijakan pidana yang dimaksud. Pertama, reformasi hukum pidana yang bertumpu pada perlindungan HAM, kebebasan sipil dan politik, humanis dan demokratis. Kedua, reformasi kebijakan sistem peradilan pidana yang yang akuntabel, terbuka, integratif, dan menjamin pemenuhan hak tersangka, terdakwa, saksi, dan korban kejahatan.

 

Roadmap ini diharapkan menjadi acuan dalam mereformasi kebijakan pidana, termasuk pembentukan hukum pidana yang sesuai jaminan perlindungan HAM dan kebebasan sipil berdasarkan prinsip dan jaminan HAM internasional. Selain itu, ada penekanan kejelasan tujuan dan rumusan tindak pidana agar tidak lagi menekankan pada tujuan pemidanaan yang retributif dan berfokus pada pidana penjara serta  perlindungan korban kejahatan.

 

ICJR juga meminta pembahasan RKUHP dibuka kembali mengingat masih banyak perumusan dalam RKUHP dalam Buku I dan Buku II tidak sesuai prinsip perlindungan HAM. Misalnya, pidana mati; perumusan tindak pidana atas perbuatan-perbuatan ranah privat; perumusan tindak pidana tanpa korban (victimless crimes) yang eksesif.

 

Tak hanya itu, Menkumham diminta merumuskan kembali berbagai ketentuan yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai tindak pidana termasuk makar, kejahatan terhadap ideologi negara, dan penghinaan presiden, serta berbagai perbuatan lain yang seharusnya dilindungi negara yang demokratis. “(Karena) Perumusan tindak pidana tersebut mengancam hak asasi manusia dan kebebasan sipil warga masyarakat,” tegasnya.  

Tags:

Berita Terkait